Sempat Diwarnai Ketegangan
(Suara Muria) PATI - Sidang analisis dampak lingkungan (Andal) yang dilakukan pabrik semen di Hotel Pati, Rabu (3/9) diwarnai aksi demonstrasi. Sekitar dua ribu orang dari berbagai desa di Pati selatan datang ke lokasi sidang untuk menyampaikan aspirasi.
Massa datang sekitar pukul 09.00. Mereka diangkut 85 truk, mereka turun di depan markas Kodim 0718/Pati dan berjalan kaki menuju depan gerbang Hotel Pati, tempat sidang komisi Andal.
Dari data yang dihimpun, setidaknya ada empat kelompok yang bergabung dalam aksi itu. Yakni Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang dikabarkan datang dengan 1.000 orang terdiri dari desa Sukolilo, Desa Baturejo, Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo.
Selain itu Lingkar Kendeng Sejahtera (Likra) datang sekitar 750 orang dari Desa Keben, Desa Karangawen, Desa Larangan, Desa Maitan, Desa Wukirsari; Kecamatan Tambakromo dan warga Desa Jimbaran, Kecamatan Kayen.
Kekuatan besar lain datang dari Gerakan Masyarakat Brati (Gemati). Mereka datang dengan membawa sekitar 750 orang dari Desa Brati, Kecamatan Kayen. Satu lagi dari Jaringan Kesenian Anti Rayap yang membawa 15 orang.
Sempat terjadi ketegangan antara warga dengan polisi yang berjaga-jaga di sekitar lokasi sidang Andal. Masa yang datang merangsek ingin masuk ke halaman Hotel Pati.
Gambar : Tempo.co
Namun dilarang oleh polisi yang sejak pagi berjaga-jaga. Namun setelah mediasi dengan pimpinan aksi, ketegangan itu tidak sampai berlanjut bentrokan.
Ketegangan
Namun, ketegangan kembali tersulut ketika warga akan mengambil secara paksa spanduk yang berisi dukungan terhadap pendirian pabrik semen. Namun niat mereka untuk membakar spanduk itu dicegah oleh polisi.
Warga akhirnya memilih untuk melanjutkan aksinya dengan berorasi di atas truk. Sejumlah orator yang datang segera menyuarakan aspirasi mereka.
Karsono, koordinator aksi menilai sidang Andal itu tidak akan berpengaruh. Pasalnya dalam bahan Andal itu banyak hal yang dinilainya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Contohnya, sekitar 139 mata air di kawasan Gunung Kendeng, namun dalam materi Andal hanya disebutkan 24 mata air.
Selain itu, terdapat 7 ponor atau sungai bawah tanah di pegunungan Kendeng hanya saja keberadaan Ponor itu tidak pernah disebutkan dalam materi Andal.
‘’Padahal dengan adanya ponor pegunungan Kendeng tidak boleh ditambang,’’ kata Karsono.
Selain itu, di Kendeng juga ada 24 gua namun hanya 13 saja yang dicantumkan dalam materi sidang Andal.
Sedangkan yang paling utama, dalam materi Andal telah disebutkan 67 persen warga menolak pendirian pabrik semen, sedangkan yang setuju hanya 20 persen.
‘’Hal itu jelas menunjukkan sikap warga dalam rencana pendirian pabrik semen. Bahwa warga menolak seharusnya tidak perlu adanya sidang Andal lagi,’’ imbuhnya.
Sementara itu, Azis Wisanggeni salah seorang perwakilan seniman yang turut serta dalam aksi unjuk rasa itu menilai adanya kejanggalan pada sidang Andal yang digelar pada Rabu (3/9). Dia menilai selama ini proses penyusunan materi Andal tidak pernah transparan.
‘’Kami rasa dalam proses penyusunan Andal sudah mulai dilakukan dua tahun lalu, namun hal itu terkesan tertutup,’’ ujarnya.
Meski sempat diwarnai sejumlah ketegangan, namun aksi demo itu berlangsung cukup kondusif. Tidak ada aksi baku hantam maupun saling dorong dalam unjuk rasa tersebut.
Bahkan, di sela-sela unjukrasa sejumlah warga beraksi dengan menggunakan topeng barong. Hingga akhirnya, sekitar pukul 14.00 massa berangsur pulang hampir bersamaan dengan selesainya sidang komisi Andal yang ada di dalam gedung.(dwa-45)