Sistem Peringatan Dini Bencana Alam : Dari Konsep ke Tindakan

Menyusul kini gunung api Bromo yang yang telah dinyatakan meletus 26 Novemebr 2010. Sistem peringatan dini ini akan berfungsi setelah gejala alam yang muncul secara tiba-tiba terdeteksi. Sayangnya tidak semua gejala alam yang bermuara pada musibah alamiah itu bisa dideteksi. Gempa bumi misalnya, hingga kini belum ada teknologi satupun yang mampu mendeteksi gejala alam tersebut. Namun efek gempa dengan kekuatan besar, apabila itu terjadi di dasar laut pada kedalaman dangkal atau rendah akibat pergeseran lempeng bumi, bisa menimbulkan bencana tsunami. Sedangkan gejala tsunami itu sendiri masih bisa dideteksi lebih awal pasca terjadinya gempa tektonik. Sehingga hasil deteksi itu akan terhubung ke alat sistem peringatan dini yang akhirnya bisa menyampaikan informasi potensi tsunami tersebut kepada masyarakat.

Gejala alam lain yang bisa dipasangi alat sistem peringatan dini adalah gunung meletus dan musibah banjir. Misalnya mengintegrasikan alat sistem peringatan dini dengan pusat-pusat pemantau gunung berapi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk gejala banjir, alat sistem peringatan dini ini bisa diintegrasikan dengan lokasi-lokasi pintu air sungai yang menjadi sentral informasi ketinggian air sungai yang bisa menyebabkan banjir.

Secara konseptual, pentingnya sistem peringatan dini ini telah dirumuskan dalam Konferensi Internasional Ketiga tentang Peringatan Dini (EWC III) yang diselenggarakan di Bonn, Jerman pada 27-29 Maret 2006. Konferensi ini memberi kesempatan pemaparan proyek-proyek peringatan dini baru dan inovatif serta membahas bahaya alam dan risikonya di seluruh dunia dan bagaimana mengurangi dampaknya melalui penerapan peringatan dini yang terpusat pada masyarakat. Dokumen berjudul “Membangun Sistem Peringatan Dini: Sebuah Daftar Periksa” ini merupakan produk dari konferensi tersebut. Empat point penting yang terkait dengan sistem peringatan dini terpadu adalah (1). Pengetahuan tentang resiko, (2). Pemantauan dan layanan peringatan, (3).Penyebarluasan dan komunikasi (4). Kemampuan merespon atau penanggulangan.

1. Pengetahuan tentang resiko
Resiko akan muncul dari kombinasi adanya bahaya dan kerentanan di lokasi tertentu. Kajian terhadap resiko bencana memerlukan pengumpulan dan analisis data yang sistematis serta harus mempertimbangkan sifat dinamis dari bahaya dan kerentanan yang muncul dari berbagai proses seperti urbanisasi, perubahan pemanfaatan lahan, penurunan kualitas lingkungan, dan perubahan iklim. Kajian dan peta risiko bencana akan membantu memotivasi orang, sehingga mereka akan memprioritaskan pada kebutuhan sistem peringatan dini dan penyiapan panduan untuk mencegah dan menanggulangi bencana. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan hal-hal seperti apakah bahaya dan kerentanan sudah dikenal dengan baik, bagaimana pola dan trend dari faktor-faktor yang mempengaruhi, serta apakah data dan peta resiko telah tersedia secara luas. Kalau semua itu bisa terjawab, tentu pengetahuan tentang resiko bencana alam semakin baik dan bisa menjadi langkah awal untuk membangun suatu sistem peringatan dini yang baik pula.

2. Pemantauan dan Layanan Peringatan
Layanan peringatan merupakan inti dari sistem. Harus ada dasar ilmiah yang kuat untuk dapat memprediksi dan meramalkan munculnya bahaya, dan harus ada sistem peramalan dan peringatan yang andal yang beroperasi 24 jam sehari. Pemantauan yang terus-menerus terhadap parameter
bahaya dan gejala-gejala awalnya sangat penting untuk membuat peringatan yang akurat secara tepat waktu. Layanan peringatan untuk bahaya yang berbeda-beda sedapat mungkin harus dikoordinasikan dengan memanfaatkan jaringan kelembagaan, prosedural, dan komunikasi yang ada.

3. Penyebarluasan dan Komunikasi
Peringatan harus menjangkau semua orang yang terancam bahaya. Pesan yang jelas dan berisi informasi yang sederhana namun berguna sangatlah penting untuk melakukan tanggapan yang tepat, yang akan membantu menyelamatkan jiwa dan kehidupan. Sistem komunikasi tingkat regional, nasional, dan masyarakat harus diidentifikasi dahulu, dan pemegang kewenangan yang sesuai harus terbentuk. Penggunaan berbagai saluran komunikasi sangat perlu untuk memastikan agar sebanyak mungkin orang yang diberi peringatan, untuk menghindari terjadinya kegagalan di suatu saluran, dan sekaligus untuk memperkuat pesan peringatan.

4. Kemampuan Merespon atau Penanggulangan
Masyarakat harus memahami bahaya yang mengancam mereka. Ini sangat penting sehingga mereka harus mamatuhi layanan peringatan dan mengetahui bagaimana mereka harus bereaksi. Program pendidikan dan kesiapsiagaan memainkan peranan penting di sini. Juga penting bahwa rencana penanganan bencana dapat dilaksanakan secara tepat, serta sudah dilakukan dengan baik dan sudah teruji. Masyarakat harus mendapat informasi selengkapnya tentang pilihan-pilihan untuk perilaku yang aman, ketersediaan rute penyelamatan diri, dan cara terbaik untuk menghindari kerusakan dan kehilangan harta benda. Terkait dengan point ini, pemerintah telah berulang kali melaksanakan program-program pendidikan dan penyuluhan serta kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dalam bentuk simulasi penyelamatan diri. Program ini melibatkan masyarakat terutama yang berdomisili di sekitar kawasan rawan bencana alam baik di kawasan pesisir dan pantai maupun di darat.

Sistem Peringatan dini yang efektif
Betapapun telah dirumuskan konsep sistem peringatan dini dengan baik, dalam aksinya ternyata tidak juga memberikan hasil yang memuaskan. Indonesia sendiri sudah menerapkan sistem peringatan dini untuk bencana alam tsunami pasca gempa dan tsunami Aceh 2004 yang maha dahsyat itu. Korban tsunami masih saja berjatuhan ketika fenomena alam itu melanda pantai Pangandaran beberapa tahun setelah tsunami Aceh. Terakhir bencana tsunami menghantam kepulauan Mentawai, Sumatera Barat dan menelan korban jiwa lebih dari 400 orang pada 25 Oktober 2010. Padahal informasi tentang potensi tsunami itu sudah disebarkan melalui media televisi sesaat setelah terjadi gempa dengan kekuatan 7 skala richter di kepulauan Mentawai. Kenyataannya setelah peringatan itu dicabut, tsunami itu pun datang di waktu malam dan memporakporandakan sejumlah permukiman warga di pesisir Mentawai. Sejatinya sistem peringatan dini tsunami dirancang untuk mendeteksi tsunami kemudian memberikan peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Sistem ini umumnya terdiri dari dua bagian penting yaitu jaringan sensor untuk mendeteksi tsunami serta infrastruktur jaringan komunikasi untuk memberikan peringatan dini adanya bahaya tsunami kepada wilayah yang diancam bahaya agar proses evakuasi dapat dilakukan secepat mungkin. Laju informasi peringatan dini sangatlah penting mengingat selang waktu antara gempa bumi sampai tsunami mencapai daratan cukup singkat. Hal lain yang tidak kalah penting dalam sistem peringatan dini adalah penyampaian peringatan kepada penduduk yang daerahnya terancam tsunami. Hal ini dapat dilakukan melalui beragam jalur telekomunikasi (seperti e-mail, fax, radio, telex, TV, dan lain sebagainya). Dengan demikian pesan darurat dapat diterima oleh masyarakat, pemerintah, serta badan-badan penanggulangan bencana.

Tsunami yang menimpa Mentawai cukup mengagetkan banyak orang mengingat peringatan itu sudah disebarkan melalu media televisi namun ternyata bencana itu terjadi setelah peringatan itu dicabut. Timbul pertanyaan apakah memang sistem peringatan dini yang diterapkan itu sudah berjalan efektif ? ataukah telah terjadi kesalahan analisis perkiraan sehingga informasi yang dihasilkan itu meleset? Ini menjadi pekerjaan rumah para ahli, pemerintah dan pengembang sistem untuk menerapkan sebuah sistem peringatan dini yang efektif sehingga bisa meminimalkan korban sekecil mungkin.

Patut disadari bahwa tidak ada sistem yang dapat melindungi manusia dari bencana tsunami yang terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu, sampai saat ini peringatan dini tsunami belum pernah menyelamatkan seorang pun dari bencana tsunami mendadak. Walaupun demikian, peringatan dini tsunami masih dapat bekerja efektif jika jarak pusat gempa sangat jauh. Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi para penduduk untuk melakukan evakuasi.

Sistem Peringatan Dini merupakan mata rantai yang spesifik (hubungan yang kritis) antara tindakan-tindakan dalam kesiapsiagaan dengan kegiatan tanggap darurat. Ada dua faktor yang berperan dalam kerangka Sistem Peringatan Dini yaitu pihak Pengambil Keputusan dan Masyarakat. Dalam hal ini, sistem peringatan dini yang terpusat ke masyarakat sangat tergantung kepada partisipasi masyarakat yang paling terancam bahaya. Tanpa keterlibatan pemerintah daerah setempat dan masyarakat yang terancam bahaya, upaya yang dilakukan pemerintah dan lembaga lain tidaklah memadai.

Pendekatan ‘dari-bawah-ke-atas’ di tingkat lokal terhadap peringatan dini, dengan partisipasi aktif masyarakat setempat, akan membangkitkan tanggapan yang multi-dimensi terhadap masalah dan kebutuhan. Dengan demikian, masyarakat setempat, kelompok sipil, dan struktur tradisional dapat berperan dalam mengurangi kerentanan dan sekaligus memperkuat kemampuan lokal. Efektifitas sebuah sistem peringatan dini juga sangat bergantung pada kesadaran dan partisipasi masyarakat di daerah rawan bencana alam. Informasi, pengaturan kelembagaan, dan sistem komunikasi peringatan harus diatur sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan setiap kelompok di dalam masyarakat yang rentan terhadap bahaya. Ini tidak hanya berlaku untuk bencana tsunami tetapi juga bencana alam lainnya yang layak dipasangi sistem peringatan dini.

Dengan demikian, tujuan sistem peringatan dini ini bisa tercapai, diantaranya dapat mengurangi resiko korban jiwa sekecil mungkin. Yang jelas, sebagai bagian dari perangkat TI, sistem peringatan dini akan semakin dibutuhkan saat ini untuk mengantisipasi dampak terburuk bencana alam yang sering menghampiri Indonesia.

(www.biskom.web.id)

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda