Makna Dibalik Tradisi Kupatan
Bodho kupat/kupatan/pesta lomban merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat jawa pada hari ke 8 setelah hari raya idul fitri, yakni tradisi membuat ketupat dan berdoa bersama di musholla dan masjid. Tradisi ini biasa dilakukan di daerah-daerah sekitar pantura seperti Jepara, Demak, Kudus, Pati, dan lain-lain. Ketupat merupakan makanan khas yang berasal dari beras yang dibungkus dengan daun janur yang dianyam berbentuk segiempat kemudian direbus. Lebih dari sekedar tradisi taunan, kupatan memiliki makna yang cukup mendalam. Kupatan dianggap sebagai simbolisasi keislaman manusia yang sudah sempurna.
Kupatan berasal dari kata "ngaku lepat" yang berarti mengakui kesalahan. Mengandung makna filosofis bahwa manusia diperintahkan untuk mengakui kesalahannya, saling bermaafan dengan ditandai tradisi silaturrahim ke rumah sanak keluarga dan tetangga saat hari raya idul fitri.Kupat berasal dari bahasa Arab "kuffat" yang berartisudah cukup harapan. Setelah berpuasa selama 1 bulan dan 6 hari setelah lebaran, maka orang-orang yang kuffat merasa cukup ibadahnya, sebagaimana hadits Nabi "hal demikian bagaikan puasa 1 tahun penuh".
Janur sebagai bungkus ketupat berasal dari kata "ja a nur" yangberarti telah datang cahaya. Makna yang terkandung adalah bahwa umat muslim mengharapkan datangnya cahaya dari Allah SWT yang senantiasa membimbing mereka pada jalan kebenaran yang diridhai oleh Allah SWT. Isi ketupat berasal dari beras terbaik yang dimasak sampai menggumpal "kempel", memiliki makna kebersamaan dan kemakmuran. Bentuk ketupat yakni segiempat, menjdai simbol/perwujudan cara pandang "kiblat papat lima pancer" yang menegaskan adanya hamonisasi dan keseimbangan alam. Empat arah mata angin utama yaitu timur, selatan, barat dan utara yang bertumpu pada satu pusat. Maknanya adalah bahwa dalam kehidupan ini, ke arah manapun manusia melangkah hendaknya tidak pernah melupakan pancer yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Tradisi kupatan dibawa oleh walisongo khususnya sunan Kalijaga sebagai upaya untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat yang mayoritas beragama Hindu. Para wali memasukkan dan mengganti adat hindu dengan nilai-nilai Islam tanpa merubah budaya lokal yang telah mengakar kuat. Disinilah terlihat betapa Islam masuk ke tanah Jawa dengan perdamaian. Proses asimilasi yang berlangsung justru membuat masyarakat lebih mudah menerima Islam dengan terbuka tanpa mengurangi kesakralan nilai-nilai aqidah Islamiyah. Tradisi kupatan dimulai sekitar pukul 06.00 WIB, dimana warga berduyun-duyun pegi ke masjid dan musholla terdekat dengan membawa hidangan kupat dan lepet, berdoa bersama dan diakhiri dengan makan bersama ketupat yang dibawa. Kupatan menjadi salah satu cara untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat Allah SWT yang melimpahkan rahmat kepada umat muslim sehingga bisa melaksanakan ibadah puasa dan merayakan hari raya idul fitri.
sumber artikel: http://www.kompasiana.com
sumber ilsutrasi gambar: kebudayaanindonesia.net