Seorang pemenang takkan pernah berhenti untuk berusaha dan orang yang berhenti untuk berusaha takkan menjadi seorang pemenang

Nyepi, Keseimbangan Duniawi Rohani

Pertanyaannya, apakah era globalisasi ini juga masih memberi makna yang sangat dalam bagi umat? Kenyataan di masyarakat, sering kita lihat, ’’kemenangan’’í dirayakan secara besar-besaran dengan pakaian baru, makanan enak, dan penyambutan yang sangat wah. Bahkan kadang, dalam perayaan yang gemerlap itu ada yang mempertanyakan, sejauh mana kita mampu melakukan pendakian spirituil di balik sukses duniawi yang telah kita raih? Karena itulah, mestinya dalam merayakan hari suci, selain menampilkan kemeriahan duniawi, juga ada kemeriahan rohani.
Betul, kondisi dunia yang serbamutakhir, serbamodern, bahkan semua sudut dunia bisa kita nikmati tanpa batas ruang dan waktu, bukan tidak mungkin membuat banyak umat yang terperosok jauh, dan meninggalkan awig-awig, tuntunan, dan tatanan. Karena itulah, pemaknaan Catur Brata Penyepian dalam kehidupan sehari-hari seharusnya bukan hanya dilaksanakan melainkan juga dirasakan dalam ruang spiritual. Kemeriahan dalam hari pangerupukan (ngerupuk) dengan pawai ogoh-ogoh yang dilakukan sehari sebelum Nyepi, dan juga pada saat Ngembak (sehari setelah Nyepi) hendaknya diadakan secara proporsional.                                                             
Tulus Ikhlas
Nyepi di Bali biasanya dirayakan secara hikmat dengan melaksanakan catur brata (empat pantangan). Rangkaian hari raya ini terdiri atas melasti atau mekiis, tawur, sipeng (Nyepi), dan ngembak geni. Melasti dilaksanakan dua hari menjelang tilem kesange dan diadakan di pantai bagi daerah yang dekat laut, atau di pinggir danau bagi daerah yang dekat danau, atau di sumber mata air yang disucikan bagi daerah yang jauh dari danau atau laut.
Tujuannya adalah angamet sairining bhuana, angelebur malaning bhumi (mengambil sari-sarinya bumi dan melebur atau membersihkan kotoran dunia). Intinya saat semua prelingga pretime (badan perwujudan dari Tuhan) dibawa ke laut, ke danau, ke mata air suci, diupacarai, kemudian kembali diistanakan ke Bale Agung, siap untuk dipuja umatnya pada tilem kesange. Kemudian Tawur, merupakan upacara yang dilaksanakan di perempatan jalan di pusat pemerintahan (provinsi, kabupaten, kecamatan, desa).
Umumnya di kota-kota, upacara ini dilaksanakan pada pukul 12.00. Namun di desa-desa diadakan pukul 17.00 atau 18.00. Makna pelaksanaan ini adalah menetralisasi keanaan bhuana agung (jagad raya) dan bhuana alit (tubuh manusia). Mengapa? Setahun penuh (sejak Hari Raya Nyepi lampau) manusia terlalu banyak mengambil sisi dunia, berupa air, bahan makanan, bahan pakaian dan lain sebagainya, sehingga terjadi ketidakseimbangan. Lebih-lebih yang dilakukan atas keserakahan sehingga terjadi pepincangan antara bhuana agung dan bhuana alit.
(/)

0 Komentar

    Tambah Komentar