Keamanan Jajanan Anak
Sekadar menyegarkan memori pembaca, kasus keracunan jajanan entah yang dibuat pedagang keliling, produsen kelas UKM ataupun perusahaan besar, bahkan buatan sendiri meingkat dari waktu ke waktu. Data BPOM Semarang mencatat selama 2011 terjadi 860 kasus (korban) keracunan jajanan di 14 kabupaten / kota Jateng (Anonim, 2012) Jenis jajanan beragam dari minuman soft drink, susu kemasan , biskuit, mi instan, pangan siap saji, pangan olahan sosis, snack hingga bubur kacang hijau. MElihat dari jenisnya pangan olahan sosilah paling banyak yakni 292 kasus (34%). Batas Kadaluwarsa Artinya, sosis yang notabene diproduksi perusahaan besar dengan manajemen modern pun bukan jaminan aman dikonsumsi . Tentu kita tak boleh menyimpulkan semua sosis tidak aman. Tapi pasti ada yang salah misalnya dikonsumsi kelewat batas kadaluwarsa atau tercemar. Hasil survey mutu jajanan anak sekolah di Semarang oleh Kantor Ketahanan Pangan menemukan penggunaan boraks pada sampel bakso di lingkungan sekolah dasar (3%) dan di pasar tradisional (7%) . Penggunaan formalin pada mie di lingkungan sekolah (22%) dan di pasar (94%). Selain itu, penggunaan zat pewarna tekstil Rhodamin B pada agar-agar di lingkungan sekolah (20%) dan di pasar (13%), pemanis sakarin pada agar-agar di lingkungan sekolah (20%) serta cemaran bakteri E-coli pada minuman es di lingkungan sekolah (10%) (anomin, 2011). Tak cukupkah fakta itu menjadi bahan perenungan bahwa kita perlu mempertanyakan keamanan jajanan di seelilinh anak-anak sekolah? Mengapa kita tidak membekali mereka dengan jajanan buatan sendiri. Dengan ketrampilan mengolah pangan, ditambah "bumbu" kasih sayang ibu kepada anak, niscaya jajanan yang mereka buat bermutu, bukan saja dari aspek nutrisi melainkan karena sentuhan kasih sayang dan doa ibu saat menyiapkannya. Ini yang tidak ada pada jajanan dari luar. MAri kita tanggalkan sikap tak mau repot dan gelorakan gerakan "AKU MAU JAJANAN BUATAN IBUKU." Pepatah mengatakan "YOUR HEALTH WHAT YOUR EAT". sumber ilustrasi gambar: poskota.co.id