Mengimpi Sekolah Ideal

Tentu saja, perkara ideal adalah sangat subjektif. Menurut si pengelola sekolah tersebut, SBI adalah model sekolah ideal masa kini. Namun, apakah bagi si "miskin" itu adalah tempat belajar yang bisa memfasilitasinya untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya? Tentu tidak! Konsep Sekolah Ideal Nah, bagi saya sendiri konsep sekolah ideal adalah sebuah sekolah yang berkualitas namun berkeadilan bagi siapapun yang ingin bersekolah disana. Bagaimana deskripsi jelasnya? Pertama, karena pemerintah masih ngotot mengadakan Ujian Nasional (UN) di tengah ketimpangan pendidikan kota-pedalaman, maka visinya jelas bukan untuk meluluskan siswa/inya 100 persen (dengan segala cara) dari UN. Sekolah ini harus punya visi lebih dari pada itu, yakni menghasilkan pribadi-pribadi unggul yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, berakhlak mulia dan berbakti demi Tuhan dan bangsanya sendiri. Tentu, pribadi unggul yang terbentuk akan mampu mengatasi soal-soal UN, karena mereka akan dipersiapkan terlebih dahulu mengatasi persoalan hidup. Maka, kurikulum sekolah harus "beraktivitas" seputar mempersiapkan siswanya menjadi manusia yang memiliki daya pikir (bukan daya saing) nasional dan global sehingga mampu berbuat (bukan bersaing) dalam kancah nasional dan global nantinya. Bagaimana aktivitas tersebut bisa berjalan? Nah, disinilah diperlukan para pendidik cerdas berhati mulia dan bermimpi besar. Mimpi (visi) sekolah yang besar di atas tak akan terwujud tanpa adanya campur tangan para pahlawan pendidikan ini. Sekolah ini harus merekrut guru-guru jenis unggul ini. Guru-guru ini bersama Kepala Sekolah dan "stakeholder" akan berpikir keras untuk mendesain kurikulum yang mendukung terlaksananya aktivitas belajar di sekolah ini. Guru-gurunya haruslah mereka yang terus menganggap dirinya pembelajar dan tidak sombong. Para pendidik ini harus didorong untuk terus belajar, berdiskusi dan berbagi pengetahuan yang tiap hari mereka peroleh. Dalam sebuah pelatihan pembobotan guru, seorang pakar pedagogik dari Australia, Bill Allen menekankan, "Sekolah yang bagus adalah sekolah yang di dalamnya tercipta suasana belajar yang tak habis-habisnya. Orang-orang yang berada di dalamnya adalah para pembelajar. Transformasi sekolah bisa terjadi bila semua guru adalah pembelajar, murah hati untuk berbagi ilmunya dengan sesama guru. Semua Siswanya harus tahu bagaimana harus belajar." Jadi, inti dari kurikulum sekolah ini adalah bagaimana "membelajarkan" semua orang yang ada di dalamnya. Selanjutnya, hal yang tak kalah pentingnya bagi terciptanya sekolah ideal ini adalah tersedianya fasilitas pendukung belajar yang lengkap dan terkini. Semisal, laboratorium IPA (Kimia, Biologi, Fisika), laboratorium teknologi informatika, laboratorium bahasa, bengkel kerja (bagi SMK) yang peralatannya sudah terbarukan. Tak ketinggalan salah satu nadi sekolah; Perpustakaan. Perpustakaan sekolah ini haruslah berisi ribuan buku-buku pendukung pelajaran, ribuan buku-buku fiksi dan non fiksi, jurnal-jurnal nasional dan Internasional yang terbarukan. Bahan-bahan bacaan tersebut sangat mendukung lahirnya pribadi yang berwawasan luas (nasional dan global tadi). Adagium yang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia sangat benar adanya, semua orang terpelajar mengamini itu. Akhirnya, sekolah ideal ini hanya akan sebatas konsep bila tidak didukung dengan dana yang cukup memadai. Siapa bilang sekolah berkualitas tak butuh dana besar? Biasanya ini selalu menjadi masalah terbesar untuk mendirikan sekolah ideal ini. Namun pertanyaannya adalah, bukankah kita punya negara yang menyediakan mega anggaran demi pendidikan? Sekilas, konsep sekolah ideal ini hanya akan bisa dipenuhi bagi para pemodal yang bergerak di dunia pendidikan namun murah hatinya. Karena saya sebelumnya mengatakan bahwa sekolah ini harus berkeadilan dalam mengakomodir akses bagi kaum "wong cilik". Tapi sungguh, bila pemerintah mau serius membangun pendidikan negara ini tanpa harus berpura-pura "kekurangan" anggaran, sekolah ideal ini niscaya bisa berdiri perlahan tapi pasti. Hanya, kita butuh manusia cerdas dan berintegritas pula untuk mengelolanya.*** Penulis adalah seorang pendidik, aktif di Perkamen.

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda