D I S I P L I N
Penegakan disiplin pegawai merupakan salah satu upaya pimpinan membina pegawai agar mau melaksanakan kewajibannya sebagai aparatur negara yang diatur dalam pasal 12 ayat (2) UU No. 43 tahun 1999. Tujuannya adalah agar tercipta SDM yang berkualitas dan berakhlak mulia sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Indikator kedisiplinan pegawai, terlihat adanya pemenuhan kehadiran bekerja pada jam kerja kantor yang telah ditentukan, sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan melibatkan proses pengendalian kinerja agar berhasilguna dan berdayaguna secara rutin dalam tugasnya sehari-hari di kantor.
Jeffrey Pfeffer (1994) memiliki sebuah argumentasi bahwa sumber daya manusia merupakan sumber keunggulan daya saing yang “tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan”. Ia membandingkan kedudukan istimewa sumber daya manusia dengan daya saing lain yang kini semakin berkurang keampuhannya, seperti teknologi produk dan proses produksi. SDM merupakan sumber daya yang sangat penting mengalahkan sumber daya lainnya dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi para pimpinan untuk dapat mengelola SDM agar mampu berdayaguna semaksimal mungkin untuk kepentingan organisasi.
Sumber daya manusia yang berbakat, berkualitas, bermotivasi tinggi dan mau bekerja sama dalam team akan menjadi kunci keberhasialn organisasi. Karena itu pimpinan harus dapat menetapkan sasaran kerja yang akan menghasilkan pegawai yang berkualitas tinggi, bermotivasi tinggi dan produktif. Penetapan target-target spesifik dalam kurun waktu tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif. Pimpinan harus mampu melibatkan seluruh pegawai dalam semua kegiatan dengan adil dan sesuai dengan kompetensinya. Ketidak adilan dalam hal menempatkan pegawai dalam sebuah pekerjaan bisa jadi akan menurunkan motivasi pegawai yang berujung pada rendahnya disiplin. Jangan sampai pekerjaan yang berpotensi menambah penghasilan (program insentif, misalnya) menjadi ladang kecemburuan bagi pegawai yang tidak turut andil dalam pekerjaan tersebut. Paling tidak jika tidak mungkin dikerjakan oleh semua pegawai karena faktor beban kerja dan kompetensi yang terbatas, maka harus ada pembagian yang adil dalam hal berbagi rezeki (kesejahteraan?) sehingga semua pegawai dapat mencapai kepuasan kerja dan berdisiplin. Nitisemito (1988) mengatakan faktor kesejahteraan akan berdampak terhadap dispilin pegawai dan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami pegawai dan kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis. Akhirnya banyak pegawai yang kabur di jam kantor mencari kepuasan di tempat lain. Ujung-ujungnya adalah penurunan disiplin kerja. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Muhaimin (Jurnal Psyche, Vol 1 No. 1, 2004) dikemukakan bahwa faktor kepuasan kerja dengan disiplin memiliki korelasi yang cukup besar yaitu sekitar 38,5%.
Sebagai penutup dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa disiplin pegawai tidak datang dengan sendirinya. Menurut Nitisemito (1988) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku disiplin kerja, yaitu: tujuan pekerjaan dan kemampuan pekerjaan, keteladanan pimipinan, kesejahteraan, keadilan, pengawasan melekat (waskat), sanksi hukum, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.
sumber artikel : wikipedia.org
www.batan.go.id
sumber ilustrasi gambar: 1.bp.blogspot.com