Bupati Ancam Tak Kucurkan Dana
"Kalau tidak ada kejelasan, saya tidak mau mencairkan dana (pilkada ulang). Pilkada jangan dibuat main-main, karena memakai uang rakyat," ujarnya. Dia memberi catatan buruk atas pelaksanaan pilkada 23 Juli lalu. Sebab hasilnya dibatalkan MK dan diminta diulang, sehingga menyedot lebih banyak APBD. Putusan MK yang keluar 22 Agustus, menurut dia menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan pilkada di Pati. Bahkan fenomena hajatan demokrasi di wilayahnya menjadi sorotan nasional. "Beruntung pembatalan hasil pilkada oleh MK sebelum putaran kedua ada hasilnya. Coba kalau sudah ada bupati dan wakil bupati terpilih hasil putaran kedua, pasti akan lebih parah lagi dampaknya," katanya. Bupati mengakui, sejak awal telah mewanti-wanti KPU Pati untuk cermat dalam melangkah. Namun tetap saja timbul masalah yang membuka celah untuk digugat. Kendati demikian, pihaknya juga ikut bertanggung jawab atas karut marut pilkada, selain KPU dan DPRD. Itu dibuktikan dengan persetujuan pengalokasian anggaran untuk pilkada ulang senilai Rp. 18 miliar dua putaran untuk digunakan KPU. Belum termasuk plot untuk Panwas Pilkada, Desk Pilkada, dan kegiatan pendukung pilkada di sejumlah SKPD. Kedepan, dia berharap ada iktikat baik dari penyelenggara dengan calon kepala daerah yang bersaing dalam pilkada. Dengan demikian, iklim kondusif bisa diciptakan dan tidak terus menuai masalah di kemudian hari. Tasiman juga mengkhawatirkan kepemimpinan daerah setelah periodenya. Mengingat ongkos politik yang ditanggung para pasangan calon dalam pilkada 2011 sangat tinggi, karena dampak pilkada ulang. "Saya kasihan kepada para pegawai, terutama kepala dinas dan instansi lain. Karena kepala daerah yang terpilih mengeluarkan biaya tinggi, sehingga butuh mengembalikan," tandasnya.