Raperda RTRW Kembali Diprotes

Dia mengemukakan, penambangan pasir besi dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat di dua daerah pesisir itu. Mengingat keberadaan pasir besi di kawasan pantai bermanfaat menjaga keseimbangan alam.

''Kalau pasir besi ditambang, apalagi secara besar-besaran maka menimbulkan intrusi air laut. Akibatnya, air laut yang meresap ke daratan berdampak negatif pada kualitas air sumur dan sawah petani," paparnya.
Selain itu, penambangan juga dikhawatirkan merusak ekosistem laut. Keberadaan kerang, ikan, udang, dan biota laut lainnya terancam berkurang dan bahkan musnah sehingga merugikan nelayan.

Tidak itu saja, pengambilan pasir besi berpeluang memperparah abrasi dan mengancam keberadaan tambak serta permukiman warga. Mengingat pasir besi merupakan bahan alam yang juga bisa berfungsi sebagai pemecah gelombang.

Koordinator aksi Ahmad Fatoni mengemukakan, penetapan potensi tersebut berbanding terbalik dengan risiko kerawanan bencana pasang air laut yang juga disebutkan dalam perda pasal 45 huruf d.

Dalam ketentuan itu disebutkan, sepanjang pesisir pantai Kecamatan Dukuhseti seluas 184 hektare dan pesisir Kecamatan Tayu seluas 76 hektare memiliki kerawanan bencana pasang.
Bertolak Belakang ''Pasal satu dengan lainnya jelas bertolak belakang. Itu belum termasuk proses penyusunan perda yang cacat hukum, yakni tidak menyertakan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Jadi, kami menolak aturan itu," tegasnya.
Camat Dukuhseti Riyoso SSos MM mengemukakan, tidak bisa memberi jawaban atas tuntutan masyarakat.

Dia menyarankan pengunjuk rasa menanyakan langsung ke Panitia Khusus (Pansus) III DPRD yang melakukan penggodokan akhir sebelum penetapan perda.

Hanya, niat pengunjuk rasa menemui Pansus III teradang aparat kepolisian di Tayu.

Mereka diminta untuk membubarkan diri lantaran pemberitahuan unjuk rasa hanya di wilayah Kecamatan Dukuhseti, tidak sampai ke perkotaan.

sumber gambar ilustrasi: youngmoslemfoundation.wordpress.com

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda