KELOMPOK TANI MAKMUR: KELOLA BIOGAS DARI KOTORAN SAPI
Selain kotoran hewan ternaknya tidak menumpuk di belakang rumah dan berpotensi menimbulkan penyakit, dia juga tidak perlu repot lagi membeligas ukuran 3 kg setiap 10 hari sekali. Setidaknya Daramaji bisa menghemat pengeluarannya Rp 40.500 per bulan untuk kebutuhan gas. "Sudah setahun terakhir saya tidak lagi mengeluarkan uang Rp 13.500,00 setiap 10 hari untuk embeli satu tabung gas tiga kilogram. Gas dari kotoran sapi sudah berlebih untuk memasak istri saya," ujar pria yang nyambi menjadi kuli panggul Pasar Beras Sleko ini. Setiap harinya dia hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk membersihkan kotoran sapi dan memasukkannya ke instalasi bio-digester atau yang akrab disebut biogas. Kotoran yang telah dipisahkan dari sampah sisa rumput atau lainnya lalu dicampur sebelum dimasukkan dalam bangunan kedap gas berbentuk kubah yang berfungsi menagkap gas bio di tempat limbah organik difermentasi. Setelah proses fermentasi di bak digester tersebut, kotoran terdorong menuju bak pelimpahan. Selanjutnya, kotoran sapi yang tidak lagi mengandung biogas diambil untuk dikeringkan dan menjadi pupuk kandang. Dari proses itu, Darmaji memiliki keuntungan berlipat. "Selain tidak perlu membeli gas, saya juga bisa memanfaatkan sisa proses biogas dari kotoran sapi sebagai pupuk. Pupuk itu dimanfaatkan anggota kelompok untuk mendukung pertanian organik," kata Darmaji yang mengaku membangun instalasi boigas senilai Rp 15 juta berkat bantuan Yayasan Society for Health, Education, Environment and Peace (Sheep) Indonesia.