KPU Masih Multitafsir Penggunaan Meterai Palsu

Regulasi di maksud sebagaimana diatur dalam pasal 115 ayat (3) dan (6) UU No 12 tahun 2008. Dalam pasal tersebut ayat (3) menyatakan setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam UU ini diperoleh untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksut untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak di palsukan. Atas pelanggaran tersebut pelaku di ancam dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sesikit Rp36 juta serta paling banyak RP.72 juta. Pasal 115 ayat (6) menyebutkan, setiap orang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu bagi persyaratan. "Persyaratan di maksut dalam ayat tersebut, yaitu untuk menjadi pasangan calon kepala daerah / wakil kepala daerah." Menjadi palsu Atas perbuatannya itu, lanjut Pramudyan Budi L, pelaku di ancam dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Selain itu, juga denda paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp72 juta. Namun yang menjadi pertanyaan pihaknya, apakah dengan di palsukannya meterai untuk memperkuat pernyataan syarat dukungan yang di perlukan bagi seorang bakal cabup-cawabup dari jalur perseorangan, menjadikan surat pernyataan dukungan tersebut bisa di sebut palsu. Jika berdasarkan logika, menurut dia, karena surat pernyataan syarat dukungan tersebut harus di tempel meterai Rp6000  ternyata meterainya di palsukan, maka surat prnyataan tersebut secara otomatis masuk kategori palsu. Sebab, meterai tempel sebagai syarat yang harus di penuhi. Namun di sisi lain pihaknya juga menafsirkan bahwa yang di palsukan adalah meterainya, sedangkan surat pernyataan syarat dukungan yang di serahkan ke KPU tentu tetap asli. Kedua hal tersebut memang harus dikaji secara cermat sehingga pihaknya belum mengambil langkah-langkah penanganannya. Jadi, jika panwas sudah melaporkan temuannya bahwa perbuatan salah satu pasangan cabup dari jalur perseorangan itu tindak pidana umum, itu sah-sah saja. "Mengingat jika perbuatan pasangan itu multitafsir, apakah meterai itu bisa di sebut surat atau bagian dari surat?" tanya Pramudya.

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda