Ujian Berat bagi Upaya Kondomisasi
Sedangkan utilisasi kondom di era modern sebagai metode yang dapat
dipercaya dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS dicetuskan pertama
kali oleh Departemen Kesehatan AS pada 1986.
Terkait pesatnya laju epidemi HIV/AIDS, pemerintah federal Amerika
Serikat mendadak saja mensahkan massalisasi kondom. Sempat ada
pernyataan bahwa kehidupan masyarakat bergantung pada ketersediaan
kondom untuk meredam kekhawatiran ancaman kehidupan manusia oleh wabah
AIDS selama 1980-an.Walhasil, label negatif kondom yang semula
diprioritaskan sebagai alat kontrasepsi berbalik arah sehingga
menjadikan kondom bebas dipajang di etalase apotek. Bahkan promosi
diiklankan secara luas lewat berbagai media massa.
Syok Identitas
Masa kehidupan remaja (usia 10-19 tahun menurut kriteria WHO) merupakan
masa peralihan dari usia anak ke masa dewasa. Peran kehidupan keluarga
tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan remaja dalam menemukan
identitas dirinya. Interaksi positif antara orang tua dengan anak masih
terjalin memadai hingga 1980-an.
Wujudnya, sepulang sekolah anak-anak disambut oleh orang tuanya,
khususnya kaum ibu yang biasanya berada di rumah. Andai ayah ibu
bekerja, umumnya anak-anak dititipkan ke rumah tetangga dan dijemput
pulang oleh orangtua mereka setelah selesai bekerja.
Tatkala menjadi kelaziman kedua orangtua bekerja di luar rumah hingga
larut malam, remaja mengalami syok perkembangan mental lantaran lebih
sering menemukan rumah tanpa kehadiran orangtua sesudah pulang sekolah.
Waktu berjam-jam di rumah dijalani dalam suasana kesendirian. Hasil
survei lembaga Carnegie (1992) diketahui 40 persen waktu berjam-jam di
rumah dipergunakan untuk kepentingan iseng yang tidak berkaitan dengan
aktivitas makan minum untuk pemenuhan nutrisi tubuh, pekerjaan rumah
(PR) dari sekolah, dan tugas rumah yang diberikan oleh orang tua.
Padahal ditinjau dari aspek demografi, populasi remaja merupakan 21
persen dari total penduduk Indonesia 240 juta jiwa. Sementara, hasil
penelitian di 12 kota besar di Indonesia menunjukkan 10 - 31 persen
remaja yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual dan berisiko
terkena penyakit menular seksual.
Sebagian besar remaja masih mempersepsikan bahwa dengan semata menjaga
kebersihan fisik organ kelamin luar saat kontak seksual, sudah cukup
untuk terhindar dari risiko terjangkit infeksi penyakit menular pada
organ reproduksi.
Meski mereka menyadari, seks berisiko pada usia remaja rentan terjangkit
AIDS yang berkepanjangan lantaran penyakit ini membebani tubuh seumur
hidup. Alih-alih, laporan lembaga Center for Diseases Control and
Prevention (CDC) AS pada 2001 hanya 58 persen remaja pelaku seks
menggunakan kondom saat berhubungan intim heteroseksual.
Lebih menarik, justru penggunaan kondom lebih diminati remaja pria
berusia lebih muda ketimbang komunitas remaja lebih tua. Tersedianya
akses pil keluarga berencana untuk remaja wanita lebih tua mungkin
melatarbelakanginya.
Kendalikan Diri
Dari tahun 1987 hingga Maret 2012, total kumulatif kasus infeksi HIV di
Indonesia mencapai 82.870 kasus. Sementara kasus AIDS tercatat 30.430
kasus. Sekitar 46 persen kasus terjadi pada usia 20-29 tahun.
Lantaran masa inkubasi berkisar 10 tahun, dapat diperkirakan awal
terinfeksi HIV/AIDS terjadi pada rentang usia remaja 10-19 tahun. Salah
satu jalur penularan infeksi yang terpenting lewat perilaku seks
berisiko, selain penyalahgunaan narkotika suntik.
Dengan penggunaan kondom yang benar dan sekali pakai, laju penyebaran
infeksi HIV dapat ditekan hingga 85 persen lewat utilisasi kondom. Namun
menjadi 100 persen bila individu remaja dapat mengendalikan diri tidak
melakukan aktivitas seks pranikah (abstinensia) selama masa remaja.
Apalagi mengingat angka kematian AIDS mencapai 100 persen dalam kurun 5
tahun sejak diagnosis dipastikan. Kehadiran komorbiditas dimana
HIV/AIDS sekaligus PMS dalam satu tubuh individu, kematian semakin cepat
terjadi.
Kondom juga efektif untuk pencegahan gonore, tetapi kurang efektif untuk
tujuan pencegahan penyakit klamidia dan herpes genitalis. Kehidupan
seks bebas atau komersial merupakan salah satu faktor risiko tinggi
untuk penyebaran luas penyakit menular seksual (PMS).
Masa remaja adalah masa aktif secara seksual, sehingga memiliki
kerentanan untuk terjangkit penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
Sebagian kaum remaja mengetahui bahwa berhubungan seks merupakan
tindakan yang salah.
Meski mengakui bahwa AIDS merupakan isu kesehatan yang serius, para
remaja masih tetap tertular AIDS dan berbagai penyakit menular seksual.
Tampak pada jajak pendapat yang dilakukan oleh Gallup Youth Survey
(2001) di Amerika Serikat terungkap 90 persen dari 501 responden kaum
muda telah mendapatkan informasi seputar AIDS dan 81 persen telah
memiliki pengetahuan tentang penyakit menular seksual.
Sementara itu, 77 persen dari mereka memiliki pesan cara mengendalikan diri tidak melakukan hubungan seksual sampai menikah.
Namun, Stacher (2001) berpendapat pendidikan seks perlu lebih dari
sekadar menyampaikan pesan untuk mengendalikan diri, termasuk
meningkatkan kesadaran terhadap keberadaan kontrasepsi. Masalahnya,
remaja sering merasa tindakan melanggar peraturan adalah sesuatu yang
mengasyikkan dan bangga bila dapat menantang masalah