Urusan Kedinasan, Gelar KRA Tak Dipakai: Bupati Pati sebagai Sentana Dalem
KENDATI diwisuda sebagai sentana dalem (kerabat) Keraton Kasunanan Surakarta dengan gelar kebangsawanan Kanjeng Raden Aryo (KRA) Haryanto yang mendapat tambahan nama belakang Notoadiningrat, tapi gelar tersebut tidak digunakan dalam urusan kedinasan. Bupati Haryanto enggan memakai gelar tersebut dalam hal urusan kedinasan.
Sebab, pemberian gelar tersebut atas nama pribadi bukan dalam kapasitasnya sebagai Bupati Pati. Karena itu, katanya, warga Kabupaten Pati tidak usah khawatir atau merasa terusik atas pemberian gelar tersebut. Apalagi, gelar yang diterima bukanlah sebagai abdi dalem, melainkan sentana dalem karena berdasarkan trah/garis keturunan dari Ngerang.
Mengingat hal tersebut, dia tetap ingin sebagai sosok pribadi Haryanto yang mendapat mandat dari warga sebagai Bupati Pati. Sebagai bapaknya warga Pati yang harus dekat dengan mereka, agar garis keturunan itu tidak menjadikan masyarakat canggung. Atas pemberian gelar itu, dia mengucapkan terima kasih kepada Keraton Kasunanan Surakarta.
Sebenarnya, undangan untuk itu sudah beberapa kali diterima, dan bahkan sejak empat tahun lalu, tapi selalu bersamaan dengan tugas lain yang tidak bisa ditinggalkan. Secara khusus, pemberian gelar itu dia merasa lebih termotivasi untuk menata Kabupaten Pati menjadi lebih baik lagi.
‘’Sebab, hal itu merupakan suatu penghargaan yang di dalamnya tentu melekat tanggung jawab moral lebih besar, untuk membawa nama baik leluhur yang dalam sejarahnya mendedikasikan hidupnya untuk rakyat,’’ ujarnya.
Kekerabatan
Mengutip penjelasan KGPH Puger selaku wakil Pakubuwono XIII, wisuda sentana dalem, gelar Haryanto diperoleh lebih karena faktor kekerabatan. Dengan demikian, yang diwisuda di ruangan khusus itu memang masih ada hubungan kekerabatan dengan keraton, dan yang di ruangan lain untuk abdi dalem atau unsur birokrasi keraton.
Dalam tradisi Keraton Kasunan Surakarta, prosesi pemberian gelar untuk kerabat keraton dengan abdi dalem memang terpisah Di Bangsal Smarakatha untuk para abdi dalem, dan di Bangsal Sidikara untuk penerima gelar yang tingkatannya lebih tinggi, termasuk Haryanto. Senada dengan KGPH Puger, salah seorang pengamat budaya, Nur Nasyroh Hadiningrat, bahwa Haryanto yang kebetulan Bupati Pati itu keturunan dari Sunan Ngerang.
‘’Sedangkan Sunan Ngerang juga menurunkan Raja-raja Mataram, di Tanah Jawa, termasuk para Raja di Keraton Kasunanan Surakarta,’’ kata dia yang tak lain dari buyut ndalem Sri Susuhunan Pakubuwono IV sekaligus buyut ndalem Sri Sultan Hamengkubuwono II.
Salah seorang ulama Tuban, Kanjeng Pangeran Panji menegaskan, pemberian gelar selain karena faktor keturunan juga kecintaan, dan kesungguhan Haryanto dalam melestarikan, serta merawat makam leluhur Raja-raja Mataram di Kabupaten Pati. ‘’Gelar tersebut murni sebagai ucapan terima kasih, pemberian gelar itu murni ucapan terima kasih dan tidak ada unsur politis,’’ ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, salah seorang pemerhati Budaya Pati, D Setiadi menyatakan, merasa lega karena pemberian gelar tersebut Bupati Haryanto tidak diposisikan sebagai abdi dalem, tapi sebagai sentana dalem. Yakni, dari trah kekerabatan Sunan Ngerang. Jika dirunut dalam peradaban Pati pada masanya, Sunan Ngerang III atau Nurul Yakni, menikah dengan putri Kanjeng Sunan Kalijaga, Rara Panenggak, menurunkan Ki Ageng Penjawi dan Nyi Ageng Kemiri.
Ki Ageng Penjawi dengan Nyi Ageng Pati, melahirkan Waskito Jawi dan Sidiq Wasis Joyokusumo. Perkawinan Waskito Jawi dan Panembahan Senopati (Raja Mataram I) menurunkan Pangeran Jolang atau dengan nama lain Pangeran Sekar Sedo Krapyak (1601-1613). ‘’Atau Raja Mataram kedua yang digantikan Sultan Agung Hanyokro Kusumo (1613-1645).’’
sumber berita:suaramerdeka.com
sumber ilustrasi gambar:www.indonesia.travel