Sistem Transportasi dan Dampak Bagi Lingkungan

Dalam keadaan ini, umumnya upaya remedial sistem transportasi yang diterapkan lebih banyak bertujuan memecahkan masalah yang timbul sekarang dan berjangka panjang, tanpa integrasi yang sesuai dengan perencanaan kotanya. Tanpa perbaikan mendasar pada aspek perencanaan sistem transportasi secara menyeluruh, masalah sporadik yang timbul beserta implikasi dampaknya tak akan dapat terpecahkan dengan tuntas. Dampak bagi lingkungan
Perencanaan sistem transportasi yang kurang matang, bisa menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya kemacetan dan tingginya kadar polutan udara akibat berbagai pencemaran dari asap kendaraan bermotor. Dampak yang dirasakan akibat menurunnya kualitas udara perkotaan adalah adanya pemanasan kota akibat perubahan iklim, penipisan lapisan ozon secara regional, dan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang ditandai terjadinya infeksi saluran pencernaan, timbulnya penyakit pernapasan, adanya Pb (timbal) dalam darah, dan menurunnya kualitas air bila terjadi hujan (hujan asam).
Polutan (bahan pencemar) yang ada di udara–seperti gas buangan CO (karbon monoksida)– lambat laun telah memengaruhi komposisi udara normal di atmosfer. Hal ini dapat memengaruhi kondisi lingkungan dengan adanya dampak perubahan iklim. Ketidakpastian masih banyak dijumpai dalam “model prediktif” yang ada sekarang, antara lain mengenai respons alam terhadap kenaikan temperatur bumi sendiri, serta disagregasi perubahan iklim global ke tingkat regional, dan sebagainya.
Dalam sebuah bukunya tentang pencemaran udara (2001), Dr, Ir. Moestikahadi Soedomo, M.Sc, DEA, menyebutkan tentang pengaruh pencemaran udara bagi lingkungan–khususnya bagi terjadinya pemanasan global dalam setengah abad mendatang– diperkirakan akan meliputi kenaikan permukaan laut, perubahan pola angin, penumpukan es dan salju di kutub. Selain itu juga akan terjadi peningkatan badai atmosferik, bertambahnya populasi dan jenis organisme penyebab penyakit dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat, perubahan pola curah hujan, dan perubahan ekosistem hutan, daratan serta ekosistem lainnya.
Adapun dampak negatif bagi kesehatan masyarakat, diketahui kontak antara manusia dengan CO, misalnya, pada konsentrasi yang relatif rendah, yakni 100 ppm (mg/lt) akan berdampak pada gangguan kesehatan. Hal ini perlu diketahui terutama dalam hubungannya dengan masalah lingkungan karena konsentrasi CO di udara umumnya memang kurang dari 100 ppm. Senyawa CO dapat menimbulkan reaksi pada hemoglobin (Hb) dalam darah.
Adapun faktor penting yang menentukan pengaruh COHb terdapat dalam darah, makin tinggi persentase hemoglobin yang terikat dalam bentuk COHb, semakin fatal pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.
Sistem transportasi
ramah lingkungan
Perencanaan sistem transportasi harus disertai dengan pengadaan prasarana yang sesuai dan memenuhi persyaratan dan kriteria transportasi antara lain volume penampungan, kecepatan rata-rata, aliran puncak, keamanan pengguna jalan. Selain itu harus juga memenuhi persyaratan lingkungan yang meliputi jenis permukaan, pengamanan penghuni sepanjang jalan, kebisingan, pencemaran udara, penghijauan, dan penerangan.
Dalam mencapai sistem transportasi yang ramah lingkungan dan hemat energi, persyaratan spesifikasi dasar prasarana jalan yang digunakan sangat menentukan. Permukaan jalan halus, misalnya, akan mengurangi emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Tabir akustik atau tunggul tanah dan jalur hijau sepanjang jalan raya akan mereduksi tingkat kebisingan lingkungan pemukiman yang ada di sekitar dan sepanjang jalan, dan juga akan mengurangi emisi pencemar udara keluar batas jalan kecepatan tinggi.
Dalam konteks ini, untuk mencapai sistem transportasi darat tersebut, ada beberapa hal yang perlu dijalankan, di antaranya;
1. Rekayasa lalu lintas.
Rekayasa lalu lintas khususnya menentukan jalannya sistem transportasi yang direncanakan. Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat dioptimalkan secara terpadu dalam perencanaan jalur, kecepatan rata-rata, jarak tempuh per kendaraan per tujuan (vehicle mile trip dan passenger mile trip), dan seterusnya. pola berkendara (driving pattern/cycle) pada dasarnya dapat direncanakan melalui rekayasa lalu lintas.
Data mengenai pola dan siklus berkendaraan yang tepat di Indonesia belum tersedia hingga saat ini. Dalam perencanaan, pertimbangan utama diterapkan adalah bahwa aliran lalu lintas berjalan dengan selancar mungkin, dan dengan waktu tempuh yang sekecil mungkin, seperti yang dapat di uji dengan model asal-tujuan (origin-destination). Dengan meminimumkan waktu tempuh dari setiap titik asal ke titik tujuannya masing-masing akan dapat dicapai efisiensi bahan bakar yang maksimum, dan reduksi pencemar udara yang lebih besar.
2. Pengendalian pada sumber (mesin kendaraan).
Jenis kendaraan yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di dalam sistem transportasi yang akan memberikan dampak bagi lingkungan fisik dan biologi akibat emisi pencemaran udara dan kebisingan. Kedua jenis pencemaran ini sangat ditentukan oleh jenis dan kinerja mesin penggerak yang digunakan. Persyaratan pengendalian pencemaran seperti yang diterapkan Amerika Serikat (AS) telah terbukti membawa perubahan-perubahan besar dalam perencanaan mesin kendaraan bermotor yang beredar di dunia sekarang ini.
Sejak tahun 1970, bersamaan dengan krisis energi dan fenomena pencemaran udara di Los Angeles Smog, dikeluarkan persyaratan-persyaratan yang ketat oleh pemerintah Federal untuk mengendalikan emisi kendaraan bermotor dan efisiensi bahan bakar. Perubahan-perubahan yang dilakukan dalam rencana mesin, meliputi pemasangan (katup) PCV palse sistem karburasi, sistem pemantikan yang memungkinkan pembakaran lebih sempurna, sirkulasi uap bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi emisi tangki BBM, dan after burner untuk menurunkan emisi. Sedangkan teknologi retrofit disyaratkan dengan pemasangan alat Retrofit Catalitic Converter untuk mereduksi emisi HC dan NOX dan debu (TSP). Teknologi ini membawa implikasi yang besar terhadap sistem BBM, karena TEL tidak dapat lagi ditambahkan dalam BBM.
(3) Energi transportasi. Besarnya intensitas emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor selain ditentukan oleh jenis dan karakteristik mesin, juga sangat ditentukan oleh jenis BBM yang digunakan. Seperti halnya penggunaan LPG, akan memungkinkan pembakaran sempurna dan efisiensi energi yang tinggi. Selain itu dalam rangka upaya pengendalian emisi gas buang, bila peralatan retrofit digunakan, diperlukan syarat bahan bakar, khusus yaitu bebas timbal.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, diharapkan sistem transportasi perkotaan, terutama bagi Kota Bandung akan sesuai dengan yang diharapkan, khususnya dalam upaya mengurangi tingkat kemacetan dan mencegah semakin meningkatnya kadar polutan udara oleh asap kendaraan bermotor. Mudah-mudahan Kota Bandung sebagai kota yang nyaman, indah, dan bersih akan tetap terpelihara eksistensinya. Wallahu’alam.***
Penulis pemerhati masalah lingkungan, tergabung dalam Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI).

gambar : nurannisaa7.wordpress.com

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda