Jejak Nama Desa Peninggalan Saridin

Para prajurit Kadipaten Pati Pesantenan pun mengerubutinya sehingga Saridin lari untuk menghindari kejatuhan banyak korban. Dari alun-alun kebarat daya, dia sembunyi dibalik pohon bendo yang besar sehingga prajurit Pati terkecoh tak bisa menemukan. Saridin pun memberinya nama tempat itu sebagai Desa Bendan. Selamatlah dia dari pengejaran Gajah Manggolo dan prajurit Pati, sehingga tempat itu diberi nama Kosekan. Setelah itu Saridin terus berupaya menghindari dari kejaran, tapi kembali kepergok oleh Gajah Manggolo dibantingnya hingga tewas dan bahkan antara tubuh dan kepalanya terpisah. Tempat kematian Gajah Manggolo pun diberi nama Gajahmati, sedangkan bagian kepalanya yang terpisah diberi nama Mustoko (sekarang Mustokoharjo). Agar hal itu diketahui prajurit Pati, badan dan Kepala Gajah Manggolo dibawa sampai pinggir jalan kemudian disampirkan ke batang pohon, sehingga tempat itu diberi nama desa Semampir. Saridin melanjutkan pelariannya ke selatan. Lagi-lagi terhalang Bengawan Siugonggo. Niatnya untuk menyeberangi bengawan tersebut tidak berhasil, karena dia melihat ada pemancingrawe tengah tidur diperahunya. Berulang-ulang dipanggil agar bersedia meneberangkan, tetapi tidak mendengar karena tidur mereka leleap. Dengan kondisi seperti itu Saridin pun menyebut orang tersebut pekerjaannya hanya manganturu, sehingga tempat itu disebut Ngantru. Ngantru disisi selatan bengawan sampai sekarang ikut wilayah desa Banjarsari, Kecamatan Gabus. Sementara itu, yang disisi utara bengawan ikut wilayah Desa Mustokoharjo, Kecamatan Kota Pati. Bila ada bantuan korban banjir untuk Ngantru, sering terjadi data yang tumpang tindih antara Ngantru Banjarsari dan Ngantru Mustokoharjo. Sampai sekarang kedua tempat itu masih menjadi pusat orang memancing yang oleh Saridin dinyatakan kerjanya hanya mangan turu. Jika ditelaah makna ucapan itu, ternyata masih relevan hingga sekarang. Maksudnya, orang-orang Pati yang mempunyai kesenangan memancing ikan, tidak hanya sekadar menjadi bagian dari kesenangan tapi sudah menjadi upaya pelarian, karena berangkat pagi pulangnya pun petang. Tujuannya tak lain untuk menghindari permasalahan dirumah. Kalau namanya kesenangan, ujar sesepuh warga Ngantru Banjarsari, Mbah Kijan (65) hal itu dilakukan sepekan sekali bukan tiap hari. "Lihatlah saja, sepanjang alur Bengawan Silugonggo atau Kali Juwana selalu tak pernah sepi dari para pemancing," ujarnya.

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda