Dalam ceramahnya
di Universitas Harvard, Ralp Waldo Emerson, penulis dan tokoh gerakan
transendentalis di abad ke-19, dengan sangat tegas mengatakan, karakter
jauh lebih tinggi nilainya daripada kepandaian. Ini agaknya sejalan
dengan pepatah kuno Inggris, "sejumput karakter jauh lebih bernilai
daripada setumpuk kepandaian".
Beberapa
kalangan mendefinisikan karakter sebagai kualitas dalam diri seseorang
dengan sifat stabil yang menentukan perilakunya dalam menghadapi
berbagai situasi. Dengan demikian, karakter yang kita miliki bakal
menunjukkan siapa diri kita sesungguhnya. Karakter kita bukan hanya
yang kita tunjukkan di depan orang lain, tetapi juga yang kita
tunjukkan tatkala tidak ada satu pun orang di sekitar kita.
Sebagian
orang mungkin dianugerahi bakat luar biasa, otak yang jenius, serta
pendidikan yang tinggi, tetapi yang membuat mereka paling bersinar
adalah karakter yang dimilikinya.
Meminjam
teori peran, secara garis besar, karakter terbagi dua, yaitu karakter
baik dan karakter buruk. Dalam kehidupan nyata, karakter yang harus
kita pelihara dan kembangkan tentu saja adalah karakter yang baik.
Menurut
Michael Josephson (1995), sedikitnya ada enam pokok karakter yang
idealnya dimiliki oleh individu. Keenam pokok karakter itu adalah
sebagai berikut.
Pertama, kepercayaan. Ini
meliputi sikap dapat dipercaya, tidak curang, tidak mencuri, memiliki
keberanian menyatakan kebenaran, setia terhadap keluarga, teman, serta
negara.
Kedua, penghargaan. Aspek ini
mencakup toleran terhadap perbedaan, santun dalam bahasa ataupun
tindakan, mampu memahami perasaan orang lain, tidak menjadi ancaman
atau melukai orang lain, serta mampu mengelola amarah dan pertentangan.
Ketiga,
tanggung jawab. Meliputi sikap patuh atas kewajiban, tekun, tidak
pernah putus asa, gigih, disiplin, mampu melakukan pertimbangan sebelum
mengambil keputusan, berani bertanggung jawab atas setiap tindakan.
Keempat,
keadilan. Aspek ini meliputi mematuhi aturan, mau berbagi, siap
mendengar orang lain, tidak memanfaatkan kelemahan orang lain untuk
kepentingan sendiri, tidak suka menimpakan kesalahan kepada orang lain.
Kelima,
perhatian. Aspek ini meliputi selalu berbaik hati, menunjukkan kasih
sayang, suka bersyukur, selalu mau memaafkan, selalu siap membantu
orang lain.
Keenam, kepekaan lingkungan. Ini
mencakup usaha membuat lingkungan menjadi lebih baik, mampu bekerja
sama, mematuhi hukum dan undang-undang, menjadi tetangga yang baik,
melindungi lingkungan.
Bahan pertanyaan
Jika
memperhatikan berbagai fenomena di sekeliling kita, tentulah kita akan
mendapati banyak orang terlibat dalam berbagai aktivitas dan perilaku
di mana aktivitas dan perilaku mereka mungkin layak menjadi bahan
pertanyaan.
Maksudnya begini, mereka
menunjukkan perilaku dan aneka aktivitas yang bertujuan untuk meraih
sejumlah keberhasilan--baik materi maupun nonmateri-- dalam kehidupan
mereka. Namun, meski mereka akhirnya meraih apa yang diimpikan dan
menggapai segala yang dicita-citakan, di satu sisi mereka malah
kehilangan penghargaan dari orang-orang sekitar. Kenapa? Karena mereka
telah melupakan karakter.
Menurut Kevin
Sinclair, yang mengelola situs pengembangan diri personal-growth.com,
jika kita ingin menggapai keberhasilan dengan melupakan karakter,
mungkin saja kita akan meraih keberhasilan itu. Akan tetapi, di sisi
lain, bisa jadi kita tidak bakal mendapat kebahagiaan dan dirundung
kehampaan.
Bagaimanapun, kita tidak hidup
dalam pulau terpencil. Di sekeliling kita ada orang lain. Keberhasilan
kita tidak akan pernah lepas dari keberhasilan hubungan yang kita
bangun dengan orang lain. Buat apa diri kita berhasil jika orang-orang
di sekitar malah mencemooh dan menistakan kita.
Sesungguhnya,
banyak contoh lain di seputar kita bagaimana orang-orang berbakat,
pintar, dan bependidikan tinggi berhasil maju ke depan meraih
impian-impian tertinggi mereka, tetapi akhirnya harus jatuh tersungkur
akibat lalai dengan karakter yang seharusnya mereka bangun dan mereka
jaga.***
Penulis, alumnus Universitas Pajadjaran Bandung.
Opini Pikiran Rakyat 6 Januari 2011