Sebuah Pengantar Untuk Anda tentang Diversifikasi Pangan
Pada masa Orde Baru, pemerintah mencanangkan kebijakan swasembada beras. Saat itu yang menjadi komoditi utama bahan pokok di Indonesia adalah beras, sehingga lahan pertanian di Indonesia lebih banyak dijadikan sebagai sawah untuk meningkatkan produktivitas beras sedangkan untuk bahan pangan yang lain ditanam pada lahan pertanian yang tersisa. Swasembada beras tersebut hanya berlangsung sementara, karena saat itu terjadi wabah hama yang menyerang lahan pertanian dan menyebabkan Indonesia kehilangan sejumlah komoditi beras yang akan dipanen, sehingga Indonesia mengalami krisis beras. Padahal beras merupakan bahan pokok utama di Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah akhirnya mengimpor beras dari negara lain. Sejak saat itu, Indonesia sebagian besar mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan bahan pokok masyarakat Indonesia.
Tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras sebagai makanan pokok sangat mengkhawatirkan. Beras telah menjadi pemasok utama karbohidrat bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Persepsi masyarakat bahwa jika belum mengkonsumsi beras maka dikatakan belum makan meskipun perut diisi dengan makanan lain. Hal ini yang mengakibatkan tingkat konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia meningkat tiap tahunnya.
Tingginya tingkat konsumsi beras di Indonesia menyebabkan munculnya permasalahan ekonomi lain di Indonesia. Adanya impor beras tidak benar-benar menguntungkan bagi masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, Indonesia masih tetap mengalami krisis beras pada musim-musim tertentu. Berdasarkan masalah tersebut, Indonesia memerlukan diversifikasi pangan sebagai pangganti beras agar masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung pada beras dan menjadikannya sebagai komoditi utama bahan pokok sehingga mampu meminimilisasi konsumsi beras di Indonesia.
Presiden I Republik Indonesia, dalam peletakan batu pertama pembangunan kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), 27 April 1952. Dalam pidatonya itu, menegaskan bahwa persoalan pangan adalah persoalan hidup mati bangsa Indonesia. Bung Karno juga mengungkapkan tentang keberagaman makan rakyat Indonesia, dengan memakai angka-angka tahun 1940. “Dalam tahun itu, jumlah makanan di Indonesia, kalau dibagi rata rakyatnya, menjadi: 86 kg beras, 38 kg jagung, 162 kg ubi kayu, dan 30 kg ubi jalar per orang.” Bilamana diperhitungkan dalam nilai kalori dengan jumlah penduduk saat itu (75 juta jiwa) maka jumlah kalori yang dimakan per orang sebesar 1.712 kilokalori (kkal). (Djuwardi 2010)
Pengertian Diversifikasi Pangan
Pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan. Dalam Keppres No. 68 tentang Ketahanan Pangan pasal 9 disebutkan bahwa diversifikasi pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Hanafie 2010). Diversifikasi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non-beras diiringi dengan ditambahnya makanan pendamping. Diversifikasi konsumsi pangan juga dapat didefinisikan sebagai jumlah jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak jenis makanan yang dikonsumsi akan semakin beranekaragam.
Dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan pokok tetapi juga pangan jenis lainnya, karena konteks diversifikasi tersebut adalah meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kualitas dan kuantitas, sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Pengaruh Diversifikasi Pangan Terhadap Kebutuhan Pangan di Indonesia
Kebijakan swasemabada beras pada masa lalu telah menyebabkan terjadinya perubahan dan pergeseran kebiasaan pangan (food habit) sebagian besar penduduk Indonesia yang cenderung bergantung pada beras. Kondisi ketergantungan pada beras ini telah menyebabkan memudarnya atau bahkan hilangnya kondisi pluralisme dalam food habit dan pluralisme dalam diversifikasi pangan pokok. Tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha untuk menurunkan tingkat konsumsi beras, dan diversifikasi konsumsi pangan hanya diartikan pada penganekaragaman pangan pokok, tidak pada keanekeragaman pangan secara keseluruhan.
Indonesia dirasa mulai perlu menggeser bahan baku makanan sehari-hari demi ketahanan jangka panjang. Saat ini lahan pertanian di Indonesia semakin sempit akibat dari ledakan jumlah penduduk, dengan demikian bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan konsumsi beras akan bertambah pula. Kewalahan menghadapi situasi ini, pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor beras. Impor beras dalam jumlah besar saat ini mengakibatkan inflasi pada perekonomian Indonesia dan nilai kurs mata uang rupiah akan dolar semakin melemah. Sehingga yang diperlukan Indonesia saat ini adalah mengurangi atau bahkan menghapus kebijakan impor beras demi peningkatan perekonomian Indonesia. Yakni salah satunya dengan mengambil kebijakan diversifikasi pangan untuk meminimalisasi konsumsi beras.
Bahan Pangan Pengganti Beras dalam Diversifikasi Pangan
Beberapa komoditi yang cukup berperan sebagai komoditi unggulan yaitu jagung, sagu, dan singkong.
- Jagung
Jagung merupakan salah satu serelia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Kandungan kerbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Selain sebagai sumber utama karbohidrat, jagung juga mengandung zat gizi lain seperti, energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, serat, besi, vitamin A, vitamin B1 dan air. (Djuwardi 2010)
Jagung memiliki potensi besar sebagai alternatif makanan pokok selain beras. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sumberdaya terutama lahan irigasi yang menjadi permasalahan pada produksi beras, relatif tidak terjadi pada jagung. Jagung merupakan tanaman yang relatif lebih tahan terhadap kekurangan air daripada padi.
Dalam bentuk biji utuh, jagung dapat diolah misalnya menjadi tepung jagung, nasi jagung, dan makanan ringan (pop corn dan jagung marning). Didukung dengan keunggulan kandungan nutrisi serta keinginan masyarakat untuk mencoba mengkonsumsi makanan yang baru, beras jagung juga memiliki potensi yang baik sebagai alternatif makanan pokok selain beras. Dengan demikian diharapkan beras jagung dapat menyukseskan program diversifikasi pangan pemerintah dan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap beras sehingga menciptakan swasembada pangan dan mewujudkan ketahanan pangan.
- Sagu
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, kandungan kalori yang tinggi pada sagu dapat dijadikan alternatif pengganti beras sebagai bahan penyumbang energi terbesar. Seseorang yang mengkonsumsi sagu tidak akan kekurangan protein karena adanya sumber protein dari makanan lain yang dikonsumsi bersama sagu. Sagu juga mengandung lemak, serat, kalsium, dan zat besi.
Sebagai sumber karbohidrat, tanaman sagu memiliki keunggulan komperatif dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya karena dapat tumbuh baik di rawa-rawa; berkembang biak dengan anakan, sehingga panen dapat berkelanjutan tanpa melakukan peremajaan atau penanaman ulang; dapat dipanen dan diolah tanpa musim; dan, resikonya kecil terkena hama penyakit tanaman. (Bustaman 2009)
- Singkong
Umbi singkong dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong mengandung kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin B dan vitamin C. (Djuwardi 2010)
Ada dua jalur alternatif untuk pengembangan produk singkong guna mendukung diversifikasi pangan. Pertama pengembangan singkong menjadi tepung komposit (terigu dan tepung yang berasal dari umbi-umbian) sehingga produk akhrnya berupa mie, roti ataupun pasta. Kedua adalah mengubah bentuk dari tepung singkong menjadi butiran atau dapat disebut beras singkong (Rasi). Rasi itu sendiri merupakan ampas hasil sampingan pembuatan tapioka.
Diversifikasi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non-beras diiringi dengan ditambahnya makanan pendamping.
Lahan pertanian untuk tanaman padi di Indonesia semakin sempit akibat dari ledakan jumlah penduduk, dengan demikian bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan konsumsi beras akan bertambah pula. Langkah yang terbaik ialah mengambil kebijakan diversifikasi pangan untuk meminimalisai konsumsi beras.
Sagu dapat menjadi salah satu pilihan dalam penganekaragaman pangan. Jika dibandingkan dengan pangan sumber karbohidrat non beras lainnya seperti singkong, ubi jalar, kentang dan jagung.
Untuk dapat terlaksananya program diversifikasi pangan yang dicanangkan oleh pemerintah, maka perlu ada dukungan dari setiap komponen pemerintah itu sendiri dan juga masyarakat. Pemerintah juga harus memiliki siasat baru agar masyarakat tidak hanya mengkonsumsi beras saja tetapi juga makanan-makanan dari komoditi lain agar kebutuhan akan impor beras dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Tentunya untuk mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia, perlu adanya kebijakan khusus dari pemerintah untuk menyukseskan program ini. Misalnya diadakan sebuah program kerja dari pemerintah yaitu “One Day No Rice”, yang bertujuanuntuk membiasakan masyarakat tidak mengkonsumsi nasi dari komoditi beras selama satu hari. Sebelum mencanangkan program tersebut tentunya pemerintah harus mensosialisasikan alasan-alasan dilakukannya program tersebut. Hal ini juga akan membangun kesadaran masyarakat Indonesia agar dapat mendukung program diversifikasi pangan.
sumber artikel: http://ekonomi.kompasiana.com
sumber ilustrasi gambar: lifestyle.kompasiana.com