Sepakbola : Olahraga, Kekuatan Pertunjukan dan Ritus Sosial
Gladiator: Ritus Sosial masa lalu
Di era globalisasi ini kemudian dikenal
adanya istilah sportainment yang mengonfirmasikan fakta bahwa olahraga tak lagi
sekedar olah tubuh tetapi juga sebuah industri hiburan dan bisnis pertunjukan
yang mengundang ribuan penonton dan jutaan pemirsa. Sepakbola, globalisasi
paling sukses di planet bumi, dengan banyaknya event dan kompetisi yang rutin
merupakan cabang olahraga yang paling kerap menghadirkan adanya fenomena ritus
sosial. Sir Aldous Huxley, pemikir Inggris, pernah meramalkan bahwa yang
menindas masyarakat dunia bukan para penguasa lalim melainkan hasrat terhadap
hiburan, orang modern terpenjara dan tenggelam dalam hasratnya untuk menghibur
diri. Kini, seiring perubahan sosial yang begitu cepat sepakbola bukan sekadar
olahraga melainkan juga sebuah bentuk pertunjukan sebagai wahana untuk melayani
hasrat yang terus bertambah tanpa batas dan untuk memenuhi rasa haus terhadap
ritus sosial yaitu ritus kepuasan yang tidak dapat dilakukan sendirian. Seperti
yang terjadi di negara-negara di benua Eropa terdapat fenomena setiap akhir
pekan yang dikenal dengan “The Special Saturday Ritual” yaitu saat suatu
keluarga menghabiskan waktu bersama, berbagi emosi dan kenangan yang unik
dengan mendatangi stadion-stadion untuk menonton dan kemudian menjadi suporter
dengan mendukung tim sepakbola kesayangannya bertanding.
Cinta Buta Suporter Sepakbola
Football clubs offer a collective and symbolic focus for a sense of belonging
and pride in a local community. Some people have even described following
football clubs as a neo-religious form of devotion.
Apakah kalimat yang diambil dari salah satu artikel Sir Norman Chester Centre
for Football Research yang berjudul Fact Sheet 3: Why Support Football? ini
sudah mencerminkan realitas yang ada? Faktanya itulah yang terjadi, penonton
dan suporter, khususnya di Benua Eropa, datang ke stadion tidak sekedar untuk
menyaksikan sebuah pertandingan sepakbola semata tetapi datang untuk mengalami event;
untuk ikut ambil bagian dalam sebuah kejadian kolektif. Awalnya yang lebih
kental adalah karakter penonton daripada karakter suporter. Tatkala orang hadir
di stadion untuk menikmati pertandingan dalam rangka memuaskan hasrat akan
hiburan. Kemudian mulai bergeser ketika harapan dan kecintaan penonton pada tim
yang didukung semakin besar. Maka yang terjadi adalah muncul sikap fanatik
dimana suporter mengidentifikasikan secara berlebihan (over-identify) atau, senada
dengan quote diatas, sebagai bentuk religiusitas baru atas dasar cinta yang
dalam pada klub yang mereka dukung.
Football devotee: Tak mudah untuk dipahami (Photograph©2002 Andrew Kaufman)
Ketika penonton dan suporter hadir mengikuti jalannya pertandingan tidak hanya untuk melihat bola bergulir dari kaki ke kaki, tetapi mereka melihat wujud kompetisi dan konflik antara dua tim dengan hasrat yang besar akan kemenangan dan kehormatan. Pada dasarnya mereka melihat sebuah perjuangan, sebuah kejadian layaknya drama yang kadang heroik, tragis sekaligus dramatis. Akhir pertandingan tidak hanya berisi senyum kepuasan tetapi juga keluh kecewa serta cucuran air mata dari penonton dan suporternya. Drama dalam sepak bola senantiasa memberi kesan yang tidak biasa bagi para penggemarnya, tanpa skenario layaknya sebuah film, nyaris tak terduga penuh dengan unsur kejutan, baik dalam aksi maupun hasil pertandingan. Tak heran apabila siaran pertandingan sepak bola merupakan bisnis hiburan yang bergelimang uang yang hanya bisa disaingi oleh industri perfilman Hollywood.
Suporter memberi arti pada sebuah bisnis tontonan olahraga, khususnya
sepakbola. Dalam bingkai sebuah pertunjukan, suporter saat ini mengambil dua
peran sekaligus yaitu sebagai penampil (performer) dan penonton (audience).
Sebagai penampil (performer) yang ikut menentukan jalannya pertandingan
sepakbola, suporter kemudian menetapkan identitas yang membedakannya dengan
penonton biasa. Suporter jauh lebih banyak bergerak, bersuara dan berkreasi di
dalam stadion dibanding penonton yang terkadang hanya ingin menikmati suguhan
permainan yang cantik dari kedua tim yang bertanding. Suporter dengan peran
penyulut motivasi dan penghibur itu biasanya membentuk kerumunan dan menempati
area atau tribun tertentu di dalam stadion. Para
fanatik ini menemukan kebahagiaan dengan jalan mendukung secara all out tim
kesayangannya, sekaligus memenuhi kebutuhan mereka akan ritus kepuasan yang
tidak dapat dilakukan sendirian. Itulah sepak bola, yang begitu cepat bermutasi
dari sekedar olahraga lalu menjadi suatu bisnis pertunjukan yang menghadirkan
fenomena ritus sosial.