Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Tepat di Bulan Suci Ramadhan

Menurut para pemuda itulah saat yang terbaik untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Jangan ditunggu lagi. Kita harus cepat mempergunakan waktu sebelum tentara Sekutu datang melucuti Jepang dan menyerahkan Indonesia kepada mereka. Karena ada syarat dari Sekutu, setelah Jepang menyerah maka semua wilayah yang didudukinya harus dalam status quo, untuk kelak diserahkan kepada Sekutu.

Para pemuda sudah mencium atau mempridiksi, jika Indonesia diserahkan kepada Sekutu, pasti ujung-ujungnya diserahkan kembali kepada Belanda. Ini sudah tercium oleh mereka. Maka itu mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan harus secepatnya dilakukan. Perdebatan sengit terjadi, karena Soekarno-Hatta tak bersedia. Mereka membicarakan hal ini secara organisatoris dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Karena terus didesak, Soekarno menjadi emosi dan menantang. Katanya : "Ini batang leherku, Saudara boleh membunuh saya sekarang juga, saya tidak bisa melepaskan tanggung-jawab saya sebagai Ketua PPKI, karena itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok.

Kaum pemuda tak sependapat, karena PPKI itu dibentuk di zaman Jepang. Mereka tidak mau kemerdekaan Indonesia itu ada bau Jepangnya. Tapi murni usaha dan perjuangan Indonesia (memang kemudian Belanda menggemborkan, kemerdekaan Indonesia itu pemberian Jepang karena Soekarno-Hatta di masa pendudukan militer Jepang melakukan kerjasama dengan penguasa Jepang, padahal ini suatu taktik dan strategi mengambil manfaat dari pendudukan Jepang, karena tidak mungkin melawannya secara terang-terangan, pasti kita kalah - Red).

TULIS TANGAN

Para pemimpin pemuda radikal akhirnya menyadari, kedua pemimpin bangsa itu tak dapat dipaksa. Namun para pemuda tidak mau "mengalah" begitu saja. Dicarilah jalan agar kedua pemimpin bangsa itu jauh dari pengaruh Jepang yang memang sudah kalah perang, tapi masih berkuasa menjaga keamanan dan ketertiban serta posisi Indonesia yang status quo sampai datangnya Sekutu.

Maka muncullah ide "menculik" Soekarno - Hatta keluar dari Jakarta, itulah peristiwa Rengasdengklok. Seharian mereka di sana tanpa berbuat suatu apa, dan baru Kamis 16 Agustus malam kembali ke Jakarta karena dijeput Mr.Achmad Subardjo (Menlu pertama RI).

Tiba di Jakarta tengah malam. Setelah mengantarkan Bu Fatmawati dan Guntur, Soekarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda di Myako Dori (sekarang Jln.Imam Bonjol 1 dan telah menjadi Museum Penyusunan Proklamasi - Red). Rumah ini steril dari gangguan Angkatan Darat Jepang. Di masa penjajahan militer Jepang Jawa dan Sumatera diperintah Angkatan Darat, dan di luar kedua pulau itu oleh Angkatan Laut Jepang. Laksamana Maeda perwira tinggi Angkatan, Laut Jepang yang bersimpati pada kemerdekaan Indonesia.

Maka dia mengizinkan rumahnya dijadikan tempat berkumpul anggota PPKI yang direncanakan akan mengadakan rapat (kemudian dibatalkan) dan menyusun teks kemerdekaan Indonesia. Tapi dia sendiri tidak ikutserta dalam kegiatan itu. Setelah bertemu dan berbicara sejenak dengan Soekarno, dia segera pergi tidur. Katanya, dia tidak ingin ikut campur. Pembicaraan Soekarno-Hatta- Radjiman dengan Panglima Jepang di Asia Tenggara, Marsekal Terauchi, di Dalat (Vietnam) itu pun tidak berlaku lagi. Kemerdekaan Indonesia adalah urusan bangsa Indonesia sendiri.

Tiga orang pemimpin, Soekarno, Hatta, Subardjo, merumuskan naskah proklamasi kemerdekaan. Drafnya ditulis oleh Soekarno. Draf itu dibacakan di hadapan hadirin, di antaranya anggota PPKI yang akan mengadakan rapat tapi dibatalkan, wakil para pemuda, serta pemimpin lainnya yang jumlahnya sekitar 30 orang.

Setelah dibahas naskah susunan Bung Karno dengan tulis tangan itu, dilakukan penyempurnaan atau perobahan. Ada tiga perobahan : Naskah yang ditulis Bung Karno memakai tanggal Djakarta 17-8-05 (tahun 05 itu dimaksudkan tahun 2605, tahun Syowa atau tahun menurut kalender Jepang). Tulisannya diubah menjadi : Djakarta, hari 17, boelan 8 tahoen 05.

Kalimat "wakil wakil bangsa Indonesia" diganti menjadi "atas nama bangsa Indonesia", sedangkan kata tempoh menjadi tempo. Naskah ini oleh Bung Karno diserahkan pada Sayuti Melik untuk diketik (naskah asli yang merupakan tulis tangan Bung Karno nampaknya tak diperdulikan lagi dan hanya tertinggal di meja ketik, padahal dari segi sejarah kertas ini bernilai tinggi, untunglah ada wartawan BM Diah yang mengutip dan menyimpannya, untuk puluhan tahun kemudian diserahkannya kepada negara).

Bung Karno meminta agar teks proklamasi itu ditanda-tangani oleh para hadirin. Namun mereka menolak, dan menyepakati cukup dua orang saja yang menandatangani, yaitu Soekarno-Hatta, sebagai wakil bangsa Indonesia. Juga disepakati Proklamasi Kemerdekaan itu dilakukan oleh Soekarno - Hatta hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi yang bertepatan dengan puasa Ramadhan. Kemudian mereka bubar meninggalkan rumah Maeda, dan segera mcncari makan sahur karena esok hari harus puasa.

SEDERHANA MENGHARUKAN

Rupanya di tengah masyarakat telah terdengar desas-desus akan ada Proklamasi Kemerdekaan. Para pemuda yang tidak sabarlah yang menyebarkan berita tersebut, Pagi Jumat 17 Agustus 1945 mereka mendatangi Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas), karena katanya, Proklamasi Kemerdekaan di tempat tersebut.

Ternyata keliru, Proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, yaitu rumah kediaman Soekarno yang sekarang menjadi Monumen Proklamasi. Upacara dilakukan dengan sangat sederhana. Jauh dari gegap gempita dan suasana yang semarak, tapi penuh haru dan bangga.

Soekarno membacakan proklamasi tersebut jam 10 kurang 10 waktu Jawa (dulu penetapan jam berbeda dengan sekarang). Sayang, rekaman pembacaan proklamasi tersebut kurang baik (ini kemudian direkam ulang oleh RRI atas permintaan Jusuf Ronodipuro). Tiang bendera pun ala kadarnya yang diperoleh dari tiang di belakang rumah. Bendera Merah Putih yang dikibarkan adalah bendera yang dijahit oleh Bu Fatmawati (sekarang menjadi bendera pusaka, yang duplikatnya dikibarkan di Istana Merdeka, setiap tanggal 17 Agustus). Dan yang mengibarkannya ketika itu adalah seorang Perwira PETA (Pembela Tanah Air) Letkol Latief Hendraningrat.

Foto bersejarah tentang Proklamasi 17 Agustus 1945 dikerjakan oleh seorang wartawan dari Ipphos (Indonesia Press Photo Service). Tapi setelah dijepret filmnya disembunyikan di dalam tanah, karena takut ketahuan Jepang dan dimusnahkan. Lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama ketika itu adalah ciptaan Wage Rudolf Supratman yang diciptakannya pada masa Kongres Pemuda II tahun 1928.

Selesai upacara Bung Karno meminta para pemuda segera menyebar-luaskan berita tentang proklamasi itu. Radio Hosokyoku (kemudian menjadi RRI) Jakarta menyiarkan peristiwa itu, juga Bandung, Yogjakarta, begitu pula Bukittinggi yang kemudian disiarkan di New Delhi, India, dan selanjutnya ke seluruh dunia, Indonesia sudah merdeka sejak itu.***

(Diramu dari : BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI, Menteng 31, "Rengasdengklok, Tentara PETA, Proklamasi 17 Agustus 1945, Kronik Revolusi Indonesia, Riwayat dan Perjuangan Sekitar Proklamasi).

 

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda