Selenium pada Antioksidan Memicu Diabetes
Para peneliti tersebut menemukan bahwa tikus yang mengkonsumsi GP hingga 3x diatas normal, mengalami hyperglykemia (gula darah meningkat), hyperinsulinemia (insulin meningkat) dan peningkatan plasma Leptin dan tikus tersebut 36% lebih berat dan 2x lebih gemuk dibanding tikus kontrol (yang kandungan GP nya normal). Kondisi ini cendrung mengarah ke penyakit diabetes tipe 2. GP yang mengandung 60% dari total selenium tubuh adalah protein yang paling banyak mengandung selenium pada mamalia.
“Penemuan ini menduga bahwa ada penyebab baru dari resistensi insulin (Red: resistensi insulin menyebabkan diabetes melitus)dan membantah anggapan umum bahwa antioksidan membantu fungsi insulin,” tulis Lei, dan menambahkan ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa antioksidan bisa memicu resistensi insulin, tanda awal dari diabetes type 2. Walau antioksidan bermanfaat bagi tubuh, namun terlalu banyak juga merugikan dan kita mesti hati-hati dalam merekomendasikan suplemen diet,” tambah Lei.
Diabetes type 2 adalah salah satu penyakit yang paling cepat meningkat jumlahnya dan paling menghabiskan banyak biaya di seluruh dunia, begitu laporan para peneliti dan resistensi insulin merupakan salah satu pertandanya. McClung menekankan bahwa tingginya kadar GP hingga memicu diabetes, karena terlalu banyak radikal bebas yang dinetralkan dimana mereka juga berperan dalam mengaktifkan dan menonaktifkan sinyal kebutuhan akan insulin dalam metabolisme glukosa.
“Kebanyakan masyarakat percaya bahwa baik selenium dan GP yang mengandung selenium adalah baik bagi kesehatan dengan melindungi sel dan jaringan tubuh dari oksidasi. Walaupun begitu, penelitian ini menduga bahwa keduanya seperti pedang mata dua,” kata Lei. Di satu sisi, antioksidan yang berlebihan bisa merugikan karena menetralkan terlalu banyak radikal bebas dan mengganggu sinyal insulin, yang berakibat bisa memicu masalah kegemukan, resistensi insulin dan berujung ke diabetes.
Dia menunjukan bahwa penelitian ini sesuai dengan apa yang ditemukan pada penelitian wanita hamil yang menunjukan hubungan antara tingginya kadar GP, resistensi insulin dan diabetes dalam kehamilan.
“Sebelum kita secara membuta berlebihan mengkonsumsi suplemen antioksidan selenium, butuh penelitian lebih lanjut,” dia menyimpulkan. Kemudian, Lei merencanakan untuk meneliti tikus gemuk dalam penelitiannya ini, dengan diet untuk melihat apakah turunnya berat badan dan berkurangnya lemak bisa mencegah atau meningkatkan sensitivitas insulin.
Para ilmuwan yang tergabung dalam tim penelitian ini: Donald Lisk adalah seorang ahli toksikologi dan juga profesor bidang hortikultura, Carol Roneker, spesialis asisten peneliti, Wei peng (lulusan universitas Cornell), Paul Langlais dan Feng Liu (University of Texas Health Science Center-San Antonio). Mc Clung pertama kali mempresentasikan penelitian ini di ajang pertemuan penelitian biologi 2004 di Washington DC dan menerima penghargaan pertama dari American Society of Nutritional Sciences in a Graduate Student Competition Award. (Erabaru/fer)
“Penemuan ini menduga bahwa ada penyebab baru dari resistensi insulin (Red: resistensi insulin menyebabkan diabetes melitus)dan membantah anggapan umum bahwa antioksidan membantu fungsi insulin,” tulis Lei, dan menambahkan ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa antioksidan bisa memicu resistensi insulin, tanda awal dari diabetes type 2. Walau antioksidan bermanfaat bagi tubuh, namun terlalu banyak juga merugikan dan kita mesti hati-hati dalam merekomendasikan suplemen diet,” tambah Lei.
Diabetes type 2 adalah salah satu penyakit yang paling cepat meningkat jumlahnya dan paling menghabiskan banyak biaya di seluruh dunia, begitu laporan para peneliti dan resistensi insulin merupakan salah satu pertandanya. McClung menekankan bahwa tingginya kadar GP hingga memicu diabetes, karena terlalu banyak radikal bebas yang dinetralkan dimana mereka juga berperan dalam mengaktifkan dan menonaktifkan sinyal kebutuhan akan insulin dalam metabolisme glukosa.
“Kebanyakan masyarakat percaya bahwa baik selenium dan GP yang mengandung selenium adalah baik bagi kesehatan dengan melindungi sel dan jaringan tubuh dari oksidasi. Walaupun begitu, penelitian ini menduga bahwa keduanya seperti pedang mata dua,” kata Lei. Di satu sisi, antioksidan yang berlebihan bisa merugikan karena menetralkan terlalu banyak radikal bebas dan mengganggu sinyal insulin, yang berakibat bisa memicu masalah kegemukan, resistensi insulin dan berujung ke diabetes.
Dia menunjukan bahwa penelitian ini sesuai dengan apa yang ditemukan pada penelitian wanita hamil yang menunjukan hubungan antara tingginya kadar GP, resistensi insulin dan diabetes dalam kehamilan.
“Sebelum kita secara membuta berlebihan mengkonsumsi suplemen antioksidan selenium, butuh penelitian lebih lanjut,” dia menyimpulkan. Kemudian, Lei merencanakan untuk meneliti tikus gemuk dalam penelitiannya ini, dengan diet untuk melihat apakah turunnya berat badan dan berkurangnya lemak bisa mencegah atau meningkatkan sensitivitas insulin.
Para ilmuwan yang tergabung dalam tim penelitian ini: Donald Lisk adalah seorang ahli toksikologi dan juga profesor bidang hortikultura, Carol Roneker, spesialis asisten peneliti, Wei peng (lulusan universitas Cornell), Paul Langlais dan Feng Liu (University of Texas Health Science Center-San Antonio). Mc Clung pertama kali mempresentasikan penelitian ini di ajang pertemuan penelitian biologi 2004 di Washington DC dan menerima penghargaan pertama dari American Society of Nutritional Sciences in a Graduate Student Competition Award. (Erabaru/fer)
Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda