ANAK INDIGO
Fenomena lahirnya anak-anak berkemampuan lebih ini sebenarnya sudah sejak lama ada. Sebastian Bach dan Albert Einstein bisa dikategorikan sebagai anak indigo. Musik yang diciptakan Bach disebut sebagai tipe musik anak indigo. Ia menciptakan musik sambil melamun, sama seperti Einstein yang mendapat rumus saat sedang bengong.
Keberadaan anak-anak berbakat ini memang baru disadari sejak tahun 1990-an. Para ahli menyebut mereka indigo. Nama indigo diambil karena warna yang dipancarkan dari cakra ajna anak-anak berbakat itu berwarna biru nila (indigo). Cakra ajna terletak di tengah dahi, antara kedua alis mata.
Meski demikian, keindigoan seseorang tidak semata-mata hanya ditunjukkan oleh warna indigo dari cakra ajna. Itu sebabnya, penggalian informasi oleh para psikolog maupun psikiater lewat wawancara, tetap penting dilakukan. Melalui obrotan dan tanya jawab, akan diketahui tipe serta pola pikir anak tersebut.
Tidak Lazim
Warna aura indigo pada seorang anak memang bisa mengindikasikan banyak hal. Sebab, dikatakan Tom Suhalim, ahli aura dan fengsui, aura berkaitan dengan warna kepribadian. Suatu alat yang disebut aura video station berfungsi hanya untuk melihat keseimbangan aura pada seseorang. Pada anak indigo, selain ditunjukkan oleh warna aura, juga dibarengi dengan pola pikir dewasa. Diperkirakan di masa ini banyak jiwa yang sudah matang atau tua, tapi hidup dalam badan anak-anak.
“Sifat tubuhnya memang anak-anak, tapi soul-nya sudah kuat. Makanya kalau dia nyeletuk bukan seperti anak-anak lagi. Ada yang bicara, “Nenek dulu ’kan adik saya!’ Ada yang merasa selalu melihat sesuatu yang oleh awam disebut makhluk halus,” papar Dr. Tb. Erwin Kusuma, Sp.KJ, psikiater anak.
Banyak orangtua yang khawatir dengan kondisi anak seperti itu. Anak indigo memang kerap memperlihatkan tanda-tanda kejiwaan yang tidak lazim. Satu hal yang terlihat nyata dari anak indigo, tambah Dr. Erwin, adalah selalu bentrok dengan orangtua.
Hal ini juga pernah dialami Victor Chandrawira (39) yang juga memiliki sifat indigo. Saat kecil ia dicap sebagai pemberontak. Menurutnya, sikapnya itu bukan pemberontakan, melainkan melihat sesuatu dari sisi yang lain. Selain itu, Victor yang kini menjadi presiden direktur sebuah perusahaan konsultan untuk pengembangan sumber daya manusia ini juga memiliki berbagai pengalaman unik. Kala berada di Italia misalnya, ia disapa oleh seorang gipsi yang mengaku mengenal Victor sebagai seniman keliling yang hidup beberapa tahun lampau di sana.
Jiwa tua yang hadir dalam anak indigo juga kerap disebut oleh Tom dan Dr. Erwin sebagai bukti reinkarnasi atau jiwa yang terlahir kembali. Mereka memperkirakan, anak yang lahir dengan tipe jiwa tua akan bertambah banyak dalam periode mendatang.
Getaran Berubah
Munculnya anak indigo, menurut Tom, tak lepas dari pengaruh perubahan getaran bumi. Pada tahun 1970 sampai 1980-an, resonansi bumi sekitar 7,83 Hz. Di tahun 2000 menjadi 8,5-9 Hz, sedangkan di tahun 2004 sudah mencapai 13,5 Hz.
Secara metafisik, getaran bumi yang semakin cepat akan menimbulkan satu fase, yang menyebabkan terjadinya kenaikan tingkat ke dimensi yang lebih tinggi.
Secara teoretis, getaran bumi yang semakin cepat akan membuat bumi semakin panas dan suhu ikut meningkat. “Kenaikan ini juga mengakibatkan perubahan yang cukup signifikan, sehingga membutuhkan orang tertentu untuk menyeimbangkannya,” lanjut konsultan fengsui dan aura ini.
Kelahiran anak-anak berbakat inilah yang akan membantu getaran bumi berjalan lebih smooth, lebih muLus. Kelahiran mereka ditujukan untuk mengubah tatanan dunia supaya menjadi lebih nyaman.
Anak indigo datang ke dunia dengan berbagai misi. Cara yang diambil pun beraneka ragam. Bisa lewat kesenian, pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga, bahkan menjadi paranormal. “Semua itu tergantung misi mereka,” katanya. Anak indigo kebanyakan merupakan pendobrak suatu tatanan yang salah. Karena bertugas meluruskan ketidakbenaran itu, mereka umumnya lahir dengan tipe bijaksana. Memang dibutuhkan manusia dengan prinsip kuat untuk bisa membuat getaran bumi berjalan lebih lembut.
Menurut Tom, dalam beberapa kasus, saat ini juga bermunculan “anak kristal”. “Mereka lebih berbeda lagi. Anak kristal umumnya lebih kalem. Tapi, secara fisik mereka kurang begitu kuat karena lebih rapuh dan rentan. Warna auranya lavender, ungu muda,” tuturnya.
Karakteristik anak indigo bermacam-macam. Kemampuan indra keenam tidak hanya dalam hal penglihatan, tapi juga pendengaran dan lainnya. Mereka bisa melihat permasalahan lebih mendalam. Intuisi anak seperti itu juga kuat.
Bisa Amburadul
Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan anak lain ini, jelas memerlukan peran pendidikan yang khusus pula. Misalnya anak indigo yang bisa berbahasa Inggris walau usianya masih balita dan tidak dibesarkan dalam kultur berbahasa Inggris, harus tetap disekolahkan.
“Sekalipun indigo mereka tetap anak-anak yang harus mendapat pengarahan. Orangtua tetap harus mendidik mereka,” ucap Tom.
Bagaimanapun, mereka adalah anak-anak yang masih dalam tahap berkembang. Terlebih lagi, emosi mereka belum seimbang. Hal itu tampak dari warna kepribadiannya yang masih berganti-ganti.
Tom pun mewanti-wanti agar orangtua selalu mengawasi dan tetap mendidik anak-anaknya yang tergolong indigo sebagaimana mereka mendidik anak lain. Jangan sampai orangtua mendewa-dewakan anak indigo.
“Kalau mereka berlaku kurang ajar, tetap harus diajarkan disiplin. Kalau salah, ya perlu dihukum. Kematangan mereka harus lengkap. Tidak hanya fisik, pikiran dan emosi harus seimbang. Kalau salah satu tidak bagus, mereka bisa amburadul,” kata Tom lugas.
Oleh karena itu, menurut Tom, perlu dipertimbangkan kembali oleh para orangtua yang mengizinkan anak indigo memberi pengajaran (misalnya reiki, meditasi, penyembuhan, dan lain-lain) kepada orang dewasa. Untuk menjadi pengajar, mereka harus mempunyai kematangan fisik, emosi, mental, pola pikir, dan lain-lainnya.
Talenta yang dimiliki anak-anak itu semestinya memang bisa dimanfaatkan. Namun, untuk dapat menyalurkan kelebihan itu dengan baik dan benar, harus didukung keseimbangan atau kematangan dari segala aspek.
10 Karakteristik anak Indigo
Dalam bukunya, The Indigo Children, Lee Carroll dan Jan Tober mengemukakan 10 karakteristik anak indigo, yaitu:
Mereka datang ke dunia dengan perasaan serta perilaku yang menyiratkan kebesaran. Mereka mempunyai perasaan patut atau layak untuk berada di sini dan heran bila orang lain tidak merasakannya. Penghargaan terhadap diri sendiri bukan merupakan masalah besar. Mereka justru menyampaikan kepada orangtua, siapa mereka sebenarnya. Mereka mempunyai kesulitan dengan kekuasaan absolut, terlebih kekuasaan tanpa penjelasan atau pilihan. Mereka terkadang tidak mau melakukan beberapa hal, seperti mengantre. Itu merupakan sesuatu hal yang menyulitkan bagi mereka. Mereka kerap merasa frustrasi dengan sistem yang berorientasi ritual dan tidak membutuhkan pemikiran kreatif. Mereka kerap melihat sesuatu atau mengerjakan sesuatu dengan cara yang lebih baik, baik di rumah maupun sekolah. Mereka sepertinya terlihat antisosial, kecuali dalam kalangannya sendiri. Mereka tidak akan merespon atas disiplin yang kaku. Mereka tidak malu untuk membiarkan orang mengetahui apa yang mereka butuhkan. Selain itu, dalam buku The Indigo Children, Doreen Virtue, Ph.D, menyebutkan pula beberapa karakteristik untuk mengidentifikasi anak-anak berbakat khusus itu, yaitu:
Sangat sensitif. Energinya sangat berlebihan. Mudah bosan. Perlu orang dengan kondisi emosi yang lebih stabil dan nyaman untuk berada di sekelilingnya. Mempunyai pilihan sendiri untuk belajar, terutama untuk membaca dan matematika. Mudah frustrasi. Sebab, umumnya mereka mempunyai banyak ide, namun kurang sumber daya atau orang-orang yang dapat membantu mereka. Belajar lewat cara eksplorasi. Tidak bisa diam kecuali mereka menyatu dalam sesuatu hal yang sesuai dengan minatnya. Mempunyai ketakutan seperti kehilangan atau ditinggal meninggal oleh orang yang dicintainya. Jika pengalaman pertamanya mengalami kegagalan, mereka mungkin akan menyerah dan membuat blok pembelajaran secara permanen. “Saya Bukan Indigo!”
Benarkah ada anak indigo? Kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada Vincent Christian Liong, jawabannya, “Tidak!” Remaja berusia 19 tahun ini dikategorikan sebagai indigo, tapi ia merasa dirinya bukan indigo. Baginya, indigo hanyalah jenis warna.
Tak ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia sama seperti anak lain seusianya. Itu sebabnya saat ditanya tentang kondisinya yang dinyatakan sebagai anak indigo, wajah Vincent berubah. Ia tidak suka! “Saya hanya difoto aura. Itu pun baru beberapa bulan lalu,” ujarnya kesal.
Sejauh ini, tidak ada dokter yang mewawancarai atau pun memeriksa dirinya, terkait dengan indigonya. Menurutnya, para dokter hanya mengasumsikan keindigoannya berdasarkan 10 tipe. “Katanya sih ada tujuh atau delapan tipe yang cocok,” ucapnya enteng.
Namun, kemudian ia menambahkan, “Sekarang lihat saja deh anak-anak. Kayaknya banyak juga yang masuk dalam tipe itu. Jadi nggak ada bedanya kan antara anak indigo dan tidak?”
Urusan indigo ini menjadi sangat sensitif bagi Vincent. Jauh sebelum masalah ini terangkat, ia bisa menjalani kehidupannya dengan normal. Namun, begitu wajahnya terpublikasi di media cetak dan televisi sebagai anak indigo, banyak yang berubah.
“Saya tidak suka dengan kondisi itu. Efeknya jadi tidak baik bagi perkembangan anak. Saya dianggap aneh, padahal tidak. Untung saja, teman-teman saya tidak mengganggap demikian,” tutur pelajar kelas 12 di Gandhi Memorial International School, Jakarta ini.
Indigo, menurut Vincent, tidak ada dalam kamus kedokteran. Sebab, kedokteran Barat tidak memasukkan unsur reinkarnasi yang kerap dihubungkan dengan kasus indigo. Nah, inilah yang membuat kontroversi. “Lalu, bagaimana mau ditangani dengan dunia kedokteran?” tanyanya dengan nada kritis.
Hal ini semata-mata diutarakan karena dalam beberapa hal, anak yang diduga indigo harus menjalani terapi. “Kalau sudah berbakat, kenapa harus diterapi? So what kalau berbakat?” tanyanya dengan nada meninggi.
Sebagal gambaran, sosok pelajar kelahiran Jakarta, 20 Mei 1985 ini sangat berbakat. Bukan dalam bidang pelajaran, tapi di luar urusan sekolah. Anak pertama dari dua bersaudara ini sangat rajin menulis, tidak hanya di milis yang dibuatnya, tapi juga menyebarkan ke berbagai milis lain.
Tulisannya sangat tajam untuk ukuran anak seusianya, dan berbau filsafat yang kuat. Bahkan, tulisannya itu sudah dibukukan. Buku pertamanya berjudul “Berlindung di Bawah Payung” diterbitkan oleh Grasindo pada tahun 2001.
Sebenarnya masih ada dua kumpulan tulisannya yang belum sempat dibukukan. “Masih berantakan,” begitu alasannya. Ia juga pernah memenangi lomba penulisan Analisis Karya Sastra Tingkat SMU. Ia menganalisis karya Pramoedya. Tulisan berjudul Tentang Manusia dalam Bumi Manusia tersebut muncul dalam buku Pramoedya Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra.
Vincent memang berbakat. Selain menulis, ia juga aktif memberikan pelatihan spiritualitas. Yang ia ajarkan adalah soal pemanfaatan otak, reiki tumo, dan kundalini