Dampak Reformasi Birokrasi Bagi Pegawai Negeri

Kebijakan Remunerasi bagi Pegawai Negeri

Dalam konteks Reformasi Birokrasi di lingkungan pemerintahan, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri,  merupakan kebutuhan yang sangat dasar, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai negeri,  sehingga dengan struktur gaji yang baru, setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (Imunitas) yang maksimal terhadap rayuan gombal atau iming-iming materi/uang  (kolusi).

Sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005 – 2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Kebijakan Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai Negeri di seluruh Lembaga/Pemerintahan. Berdasarkan urgensinya dikelompokan  ke dalam tiga skala prioritas, yaitu :

- Prioritas pertama, adalah seluruh Instansi Rumpun Penegak Hukum, Rumpun Pengelola Keuangan Negara, Rumpun Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta Lembaga Penerbitan Aparatur Negara;

- Prioritas kedua, adalah Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasilan penerimaan negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk pemda;

Prioritas ketiga, adalah seluruh Kementerian/Lembaga, tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.

Remunerasi bagian dari Komitmen Pemerintah

Remunerasi pemerintah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan bagian dari  komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean government and good governance.

Namun pada  pelaksanaannya, perubahan dan pembaharuan  (Reformasi Birokrasi) yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut, tidak mungkin  dapat dilaksanakan dengan baik (efektif dan efesien) tanpa kesejahteraan yang layak dari pemerintah.  Perubahan dan pembaharuan tersebut, dilaksanakan untuk menghapus kesan Pegawai Negeri  yang selama ini dinilai buruk, antara lain :

  1. Buruknya kualitas pelayanan publik (lamban, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit-belit, minta dilayani dll.;
  2. Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme);
  3. Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara;
  4. Kualitas manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efesien;
  5. Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.

Prinsip dasar kebijakan remunerasi bagi pegawai negeri adalah adil dan proporsional. Artinya kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata (generalisir), yang dikenal dengan istilah PGPS (Pintar Goblok penghasilan sama) tidak terjadi lagi. Maka dengan kebijakan remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.

Reformasi  Birokrasi telah melahirkan berbagai perubahan dalam sistem penyelenggaran pemerintahan, salah satunya adalah perubahan sistem Pemerintahan Daerah sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, yang kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat  dan Daerah. Kedua UU ini telah menggeser pradigma pelayanan, dari yang bersifat sentralistis ke desentralisasi dan mendekatkan pelayanan secara langsung kepada masyarakat.

Selain itu juga deregulasi peraturan perundang-undangan, pemanfaatan dan pengembangan e-Government,  di bidang pelayanan publik (standar pelayanan minimal, perbaikan sistem dan mekanisme, modernisasi tata laksana, sistem penghargaan dan sanksi) di bidang kepegawaian ( sistem rekuitmen, diklat berbasis kompetensi, dan penyelesaian status pegawai honorer, pegawai harian lepas, dan pegawai tidak tetap), dan bidang kelembagaan (penataan organisasi dan kelembagaan pemerintah pusat dan darah).

Dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI tanggal 16 Agustus 2012 di Depan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-67 Proklamasi Kemerdekaan RI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  menyampaikan bahwa Reformasi Birokrasi dan good governance menjadi sangat penting, mengingat untuk mengelola negara yang besar dan luas, memerlukan kesungguhan dan keseriusan dari segenap aparatur pemerintah dari pusat sampai ke daerah. Kita semua berbagi peran dan tanggung jawab. Apa yang diputuskan di Jakarta, keberhasilannya ditentukan pula oleh pemerintah di daerah-daerah.

Selain itu, Presiden menekankan, bahwa dalam mengelola pemerintahan, Presiden mewajibkan agar seluruh jajaran birokrasi dapat lebih meningkatkan peran dan fungsinya secara optimal dan maksimal. Pelayanan publik harus menjadi salah satu bagian mendasar dalam reformasi birokrasi. Percepatan reformasi birokrasi sangat penting, agar tercipta jajaran aparatur negara yang handal, professional, dan bersih, berdasarkan kaidah-kaidah good governance dan clean government.

Reformasi Birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), seperti pemerintah pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, eksekutif, yudikatif dan kementerian yang menggunakan anggaran besar. Semoga Reformasi Birokrasi dapat berjalan sesuai dengan konstitusi.

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda