2 Oktober, BATIK dikukuhkan sebagai Warisan dunia Asal Asli Indonesia

Sejak saat itu batik terus bergema gaungnya. Karena dalam even internasional yang melibatkan para pakar batik, kurator, kolektor, serta komunitas pecinta batik yang ada di dalam dan luar negeri menjadikan eksistensi batik mengalami perkembangan yang sangat dinamis.
Kegiatan yang terkait tentang batik ditumbuhkembangkan termasuk simpul pasar khusus yang menjajakan batik seperti Pasar Grosir batik dan Kampung Batik Kauman. Di sisi lain pendidikan batik secara formal pun dibuka seperti berdirinya pendidikan batik Pusmanu dan SMK Batik. Bahkan batik menjadi muatan lokal di sekolah. Sedangkan keberadaan museum batik telah dimanfaatkan sebagai pelatihan membuat batik bagi para pelajar. Juga kepada pengunjung sebagai upaya pelestarian generasi batik. Keterpaduan inilah yang membuat Kota Pekalongan menjadi acuan embrio diakuinya batik sebagai warisan budaya dunia.
Sampai blusukan
Tim Unesco PBB Mr Frank Proschan dan pakar budaya Gaura Mancacarita Dipura sebagai utusan Indonesia gencar dalam upaya menjadikan batik diakui Unesco sebagai warisan dunia. Mereka meninjau langsung, melakukan penilaian serta, seminar batik ke Pekalongan dengan base camp Museum batik yang memiliki 6.000 lebih koleksi batik berbagai daerah di nusantara dan batik dari luar negeri. Bahkan mereka sering blusukan untuk memastikan batik yang ditemukan itu benar-benar asli Indonesia.
Mr Frank Proschan kala itu mengatakan untuk mengajukan batik sebagai warisan budaya tidak semudah sebagai mana keberadaan keris. Mengingat batik sebuah budaya yang langsung melibatkan banyak orang (Komunitas batik). Sehingga dalam penilian yang dilakukan Unesco dengan anggota penilai 24 negara benar-benar cermat.
Diakuinya, Kota Pekalongan bisa menjadi contoh yang lebih baik, ini terlihat di Kampoeng Batik Kauman semua elemen terlibat dalam melestarikan batik. Bahkan generasi ke 3 dan ke 4 masih tetap menekuni batik sebagai budaya sekaligus usaha untuk menghidupi keluarga dan lingkunganya serta menjaga kelestarian batik itu sendiri. Di sini genarasi muda mempunyai peluang menikmati. "Sedangkan Museum batik pengelolaannya sudah tingkat dunia," katanya.
Hanya bangga?
Memang sungguh membanggakan, pengakuan dunia atas karya batik sebagai warisan budaya dunia. Ketua Paguyuban Kampoeng Batik Laweyan, Solo, Alpha Febela Priyatmono mengatakan bangga. "Tetapi, apakah akan cukup berhenti pada kata membanggakan?" tanya dia.
Pasti tidak, apalagi sudah ada klaim dari Malaysia. Menurut lelaki yang berlatar belakang arsitek ini, di balik kebanggaan itu ada konsekusensi bagi para pengrajin batik. "Kebanggaan ini harus dibarengi dengan munculnya inovasi dan kreasi dari berbagai ragam motif yang ada. Kita kaya akan itu," katanya.
Sekarang tinggal bagaimana perajin batik memandang pengakuan dunia itu. "Sebenarnya, klaim-klaim batik sebagai karya bangsa tidak perlu dilakukan. Karena bukan tidak mungkin nenek-moyang kita merantau ke sana dan membawa batik," ujar dia. Menurut Alpha, yang terpenting justru bagaimana bangsa ini membuktikan kepada dunia akan rekam sejarah batik di Indonesia. Dia menambahkan, bukan sekadar bicara, tapi bicara ada fakta, catatan sejarah dan yang lain.
Setelah UNESCO mencatat batik sebagai warisan budaya dunia, Mohammad Nuh mengharapkan perkembangan batik di Indonesia dan kebudayaan lainnya semakin meningkat.
"Semoga dengan dikukuhkannya batik Indonesia oleh UNESCO dapat menumbuhkan social awareness untuk mencintai dan menyelamatkan produksi asli Indonesia" lanjut Mohammad Nuh.
Setelah batik Indonesia, budaya lain yang sudah diajukan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata adalah Best Practice Diklat Budaya Batik Indonesia dan karya budaya berupa angklung Indonesia yang sudah dinominasikan pada tahun ini.

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda