Membangun Kota yang Ramah Alam
Sebuah penelitian terbaru di Kota Tianjin, China, menyimpulkan, penghematan biaya pembangunan infrastruktur – seperti jalan, rel kereta api, air bersih, fasilitas pembuangan sampah dll – bisa mencapai 55% di lingkungan yang lebih padat. Dua isu penting lain yang harus dipertimbangkan dalam menciptakan kota hijau adalah kondisi sosial dan masalah kesehatan masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan dukungan kebijakan dan komitmen politik yang kuat - seringkali dalam skala nasional - untuk mewujudkan kota yang ramah lingkungan. Contoh komitmen ini bisa dilihat di dua negara, yaitu India dan China, yang populasinya kini mencapai separuh dari populasi dunia. Di India, populasi penduduk perkotaan tumbuh dari 290 juta di 2001 menjadi 340 juta pada 2008 dan diperkirakan akan naik menjadi 590 juta pada 2030. India harus membangun ruang komersial dan hunian seluas 700-900 juta m2 setiap tahun guna mengakomodasi pertumbuhan penduduk. Guna membantu mobilitas penduduk, India juga akan membangun jalan raya sepanjang 25.000 kilometer dan jaringan kereta bawah tanah sepanjang 350-400 kilometer dengan investasi sebesar US$1,2 trilyun. Sementara jumlah penduduk perkotaan di China diperkirakan meningkat dari 636 juta pada 2010 menjadi 905 juta pada 2030. Pada 2050, Negeri Tirai Bambu ini akan membutuhkan investasi sebesar RMB 800-900 milliar (US$127-143 milliar) guna memperbaiki infrastruktur perkotaan. Jumlah itu setara dengan sepersepuluh Produk Domestik Bruto (PDB) China pada 2001. Semua investasi itu akan menentukan wujud kota hijau yang akan dinikmati oleh generasi China dan India mendatang. Bagaimana dengan Indonesia? Catatan Redaksi: Artikel ini diolah dari laporan Program Lingkungan PBB (UNEP) berjudul Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradication – A Synthesis for Policy Makers. Redaksi Hijauku.com