Memahami Pemikiran Kartini

Hingga kini, buah pemikiran Kartini telah membuka kesadaran bagi terciptanya sebuah perubahan dalam konsep pemikiran yang kita kenal dengan semangat emansipasi. Dengan giat Kartini berusaha mengajarkan kepada kaum perempuan membaca dan menulis agar perempuan dapat turut berperan memajukan bangsanya melalui ilmu dan pemikiran yang mereka miliki. Karena, menurutnya, pendidikan bagi kaum perempuan sangatlah penting. Ia yakin, perempuan yang terdidik kelak juga akan mendidik anak-anak (perempuan)-nya dengan lebih maju.

Hingga kini memang akhirnya perjuangan Kartini telah membuahkan hasil. Dalam konteks kehidupan yang kini kita jalani, perempuan telah memperoleh hak-haknya untuk dapat disejajarkan dengan laki-laki. Kartini telah berhasil menjadikan perempuan Indonesia masa kini bisa menanamkan cita-cita setinggi langit dan sekaligus meraihnya. Perempuan dengan pemikiran dan kecerdasan yang mereka miliki sebagai buah dari pendidikan yang mereka tempuh, telah mampu tampil ke depan dan ikut andil dalam menentukan kemajuan di segala bidang kehidupan. Profesi perempuan kini tidak lagi hanya sebatas ibu rumah tangga yang harus melayani suami dan mengurus anak-anaknya di rumah. Tapi lebih dari itu, perempuan telah berhasil menentukan nasibnya sendiri dengan menggeluti berbagai profesi dengan pendidikan yang dimilikinya.

Lihatlah, berapa banyak perempuan Indonesia yang berprofesi sebagai dokter, perawat, guru, psikolog, pengacara. Bahkan di beberapa perusahaan, hampir seluruh jabatan sekretaris dipegang oleh kaum perempuan. Belum lagi jika kita melihat bagaimana keterlibatan wanita di beberapa lembaga pemerintahan kita, khususnya di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Seiring dengan adanya aturan dalam pemilihan umum yang memberikan kuota 30% keterlibatan perempuan di parlemen, maka kesempatan perempuan untuk mengeluarkan pendapat dan pemikirannya jadi semakin terbuka. Maka eksistensi dan kedudukan perempuan dalam ranah pemerintahan kita semakin diakui. Sehingga tidak ada lagi pengekangan dan pendiskriminasian terhadap kaum perempuan. Dengan melihat berbagai keberhasilan yang telah diraih oleh kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya untuk dapat disejajarkan dengan kaum laki-laki, lantas dapatkah kita katakan kalau perjuangan emansipasi yang dulu dicita-citakan Kartini telah selesai?

Kalau kita melihat realita yang terjadi dewasa ini, tampaknya perjuangan emansipasi masih panjang. Bahkan kalau mau dibilang, perjuangan emansipasi kini malah sedang dihadapkan pada tebing terjal yang berat, penuh rintangan. Ya, Kartini memang telah berhasil mengobarkan semangat emansipasi bagi generasi perempuan penerusnya. Tapi kita jangan lupa, di balik semua kemajuan yang telah diraih oleh kaum perempuan, ternyata masih menyisakan sekelumit permasalahan. Saat ini yang terjadi berbeda jauh dengan semangat emansipasi yang ingin ditekankan dari perjuangan Kartini dalam menuntut persamaan hak dan kedudukan antara kaum perempuan dengan laki-laki.

Saat ini yang terjadi adalah munculnya semangat emansipasi yang tanpa esensi. Karena saat ini banyak perempuan yang menuntut kesamaan hak dan melupakan kodrat mereka sebagai seorang perempuan, berkoar-koar masalah emansipasi hanya untuk mendulang popularitas sehingga melenceng jauh dengan cara yang di lakukan Kartini.

Esensi perjuangan Kartini tetap menjalankan fungsinya sebagai perempuan seutuhnya. Kartini berpendapat, dengan perempuan dapat meningkatkan pendidikannya, maka perempuan tersebut dapat menentukan pilihan hidupnya. Dengan demikian perempuan dapat disejajarkan dengan kaum pria. Tetapi apakah dengan berhasilnya kaum perempuan memperoleh pendidikan yang tinggi dan juga telah berhasil meraih kesuksesan dalam karirnya, perempuan tidak perlu lagi berkutat di dapur dan tidak perlu lagi mengurusi masalah rumah tangganya, termasuk mengurus dan mendidik anak-anaknya? Apakah hampir di semua bidang dan profesi, kehadiran kaum perempuan yang sudah sangat diperhitungkan sudah sesuai dengan apa yang dicita-cita Kartini? Apakah emansipasi benar-benar telah terwujud di Indonesia? Lantas, mengapa segudang masalah perempuan masih menghadang?

Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), maraknya kegiatan prostitusi, pornografi, pornoaksi hingga perdagangan perempuan (trafficking) dan masalah kenakalan remaja dengan berbagai sikap dan pergaulan hidupnya yang kini sangat menyimpang jauh dari norma-norma sosial dan agama, masih menjadi sebuah dilema di tengah-tengah perayaan Hari Kartini yang setiap tahunnya selalu kita peringati.

Artinya perjuangan perempuan masih panjang. Terlepas dari kontroversi tentang isu kesetaraan gender serta emansipasi yang selalu hangat menjadi perbincangan, marilah kita mengambil nilai baik dari peringatan Hari Kartini ini. Bagi kaum perempuan jadikanlah peringatan ini sebagai momen untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik.

Pendidikan perempuan memang merupakan solusi agar perempuan mempunyai pilihan dan dapat disejajarkan dengan pria. Seharusnya dengan pendidikan yang telah dimilikinya, perempuan dapat semakin cerdas lagi dalam memahami berbagai permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.

Semangat emansipasi seharusnya tetap dapat berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan agama yang berlaku sehingga kaum perempuan tidak salah kaprah dalam menafsirkannya. Karena bagaimanapun, peran perempuan masih sangat diperlukan di dalam kehidupan sebuah keluarga sebagai pembentuk karakter bangsa melalui anak-anak yang dibesarkannya. Setidaknya kaum perempuan harus memperhatikan kembali peran sentralnya yang semakin lama semakin terkikis. Status ibu dalam diri perempuan yang akhir-akhir ini sering terabaikan, selayaknya dapat dikembalikan dan ditingkatkan kembali.

Bagaimanapun anak-anak sangat memerlukan kasih-sayang dan pendidikan dari ibu-ibu mereka. Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh dalam dunianya sendiri tanpa tuntunan dan arahan dari para ibu. Melalui peringatan Hari Kartini, selayaknyalah kita mau merenungi kembali peran-peran vital perempuan dalam pembangunan sebuah keluarga, masyarakat maupun bangsanya. Semoga peringatan Hari Kartini dapat kita jadikan sebagai alat intropeksi diri, khususnya bagi kaum perempuan untuk berpikir dan bersikap lebih baik lagi ke depan sehingga peringatan Hari Kartini tidak hanya menjadi sebuah ritualitas belaka, tanpa sebuah refleksi yang nyata.***

Penulis adalah penyuka seni dan pemerhati masalah pendidikan. Tinggal di Medan

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda