Sejarah TNI
Periode yang juga disebut Periode Demokrasi Liberal ini diwarnai pula oleh berbagai pemberontakan dalam negeri. Pada tahun 1950 sebagian bekas anggota KNIL melancarkan pemberontakan di Bandung (pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil/APRA), di Makassar Pemberontakan Andi Azis, dan di Maluku pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Sementara itu, DI TII Jawa Barat melebarkan pengaruhnya ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh. Pada tahun 1958 Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) melakukan pemberontakan di sebagian besar Sumatera dan Sulawesi Utara yang membahayakan integritas nasional. Semua pemberontakan itu dapat ditumpas oleh TNI bersama kekuatan komponen bangsa lainnya. Upaya menyatukan organisasi angkatan perang dan Kepolisian Negara menjadi organisasi Angkatan Bersenjata Republika Indonesia (ABRI) pada tahun 1962 merupakan bagian yang penting dari sejarah TNI pada dekade tahun enampuluhan. Menyatunya kekuatan Angkatan Bersenjata di bawah satu komando, diharapkan dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya, serta tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan kelompok politik tertentu. Namun hal tersebut menghadapi berbagai tantangan, terutama dari Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai bagian dari komunisme internasional yang senantiasa gigih berupaya menanamkan pengaruhnya ke dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia termasuk ke dalam tubuh ABRI melalui penyusupan dan pembinaan khusus, serta memanfaatkan pengaruh Presiden/Panglima Tertinggi ABRI untuk kepentingan politiknya. Upaya PKI makin gencar dan memuncak melalui kudeta terhadap pemerintah yang syah oleh G30S/PKI, mengakibatkan bangsa Indonesia saat itu dalam situasi yang sangat kritis. Dalam kondisi tersebut TNI berhasil mengatasi situasi kritis menggagalkan kudeta serta menumpas kekuatan pendukungnya bersama-sama dengan kekuatan-kekuatan masyarakat bahkan seluruh rakyat Indonesia. Dalam situasi yang serba chaos itu, ABRI melaksanakan tugasnya sebagai kekuatan hankam dan sebagai kekuatan sospol. Sebagai alat kekuatan hankam, ABRI menumpas pemberontak PKI dan sisa-sisanya. Sebagai kekuatan sospol ABRI mendorong terciptanya tatanan politik baru untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen. Sementara itu, ABRI tetap melakukan pembenahan diri dengan cara memantapkan integrasi internal. Langkah pertama adalah mengintegrasikan doktrin yang akhirnya melahirkan doktrin ABRI Catur Dharma Eka Karma (Cadek). Doktrin ini berimplikasi kepada reorganisasi ABRI serta pendidikan dan latihan gabungan antara Angkatan dan Polri. Disisi lain, ABRI juga melakukan integrasi eksternal dalam bentuk kemanunggalan ABRI dengan rakyat yang diaplikasikan melalui program ABRI Masuk Desa (AMD). Peran, Fungsi dan Tugas TNI (dulu ABRI) juga mengalami perubahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor: 34 tahun 2004. TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. TNI sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai: penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa, penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud di atas, dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok itu dibagi 2(dua) yaitu: operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Operasi militer selain perang meliputi operasi mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata, mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis, melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta, membantu tugas pemerintahan di daerah, membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang, membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue) serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan. Sementara dalam bidang reformasi internal, TNI sampai saat ini masih terus melaksanakan reformasi internalnya sesuai dengan tuntutan reformasi nasional. TNI tetap pada komitmennya menjaga agar reformasi internal dapat mencapai sasaran yang diinginkan dalam mewujudkan Indonesia baru yang lebih baik dimasa yang akan datang dalam bingkai tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan, sejak tahun 1998 sebenarnya secara internal TNI telah melakukan berbagai perubahan yang cukup signifikan, antara lain: Pertama, merumuskan paradigma baru peran ABRI Abad XXI. Kedua, merumuskan paradigma baru peran TNI yang lebih menjangkau ke masa depan, sebagai aktualisasi atas paradigma baru peran ABRI Abad XXI. Ketiga, pemisahan Polri dari ABRI yang telah menjadi keputusan Pimpinan ABRI mulai 1-4-1999 sebagai Transformasi Awal. Keempat, penghapusan Kekaryaan ABRI melalui keputusan pensiun atau alih status. (Kep: 03/)/II/1999). Kelima, penghapusan Wansospolpus dan Wansospolda/Wansospolda Tk-I. Keenam, penyusutan jumlah anggota F.TNI/Polri di DPR RI dan DPRD I dan II dalam rangka penghapusan fungsi sosial politik. Ketujuh, TNI tidak lagi terlibat dalam Politik Praktis/day to day Politics. Kedelapan, pemutusan hubungan organisatoris dengan Partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan semua parpol yang ada. Kesembilan, komitmen dan konsistensi netralitas TNI dalam Pemilu. Kesepuluh, penataan hubungan TNI dengan KBT (Keluarga Besar TNI). Kesebelas, revisi Doktrin TNI disesuaikan dengan Reformasi dan Peran ABRI Abad XXI. Keduabelas, perubahan Staf Sospol menjadi Staf Komsos. Ketigabelas, perubahan Kepala Staf Sosial Politik (Kassospol) menjadi Kepala Staf Teritorial (Kaster). Keempatbelas, penghapusan Sospoldam, Babinkardam, Sospolrem dan Sospoldim. Kelimabelas, likuidasi Staf Syawan ABRI, Staf Kamtibmas ABRI dan Babinkar ABRI. Keenambelas, penerapan akuntabilitas public terhadap Yayasan-yayasan milik TNI/Badan Usaha Militer. Ketujuhbelas, likuidasi Organisasi Wakil Panglima TNI. Kedelapanbelas, penghapusan Bakorstanas dan Bakorstanasda. Kesembilanbelas, penegasan calon KDH dari TNI sudah harus pensiun sejak tahap penyaringan; Keduapuluh, penghapusan Posko Kewaspadaan; Keduapuluhsatu, pencabutan materi Sospol ABRI dari kurikulum pendidikan TNI. Keduapuluhdua, likuidasi Organisasi Kaster TNI. Keduapuluhtiga, likuidasi Staf Komunikasi Sosial (Skomsos) TNI sesuai SKEP Panglima TNI No.21/ VI/ 2005. Keduapuluh empat, berlakunya doktrinTNI “Tri Dharma Eka Karma (Tridek) menggantikan “Catur Dharma Eka Karma (Cadek) sesuai Keputusan Panglima TNI nomor Kep/2/I/2007 tanggal 12 Januari 2007. Sebagai alat pertahanan negara, TNI berkomitmen untuk terus melanjutkan reformasi internal TNI seiring dengan tuntutan reformasi dan keputusan politik negara.