Rp. 6,9 Miliar untuk Normalisasi Kali

Hal itu terjadi karena alur kali yang semula lurus, beberapa tahun terakhir berubah menikung tajam. Faktor penyebabnya karena tepat di pinggir kali tersebut terhalang oleh tembok pabrik, maka pada ujung tembok paling selatan air tidak lagi lurus mengalir.

Akibatnya posisi alur kali berubah menikung tajam, karena aliran air terhalang endapan lumpur. tepatnya mulai selatan tembok pabrik tersebut. "Dalam upaya mengeruk endapan lumpur itu, pihak pabrik ikut membantu memberikan kompensasi dana tapi hanya Rp. 10 Juta," Ujarnya.

Terlepas dari hal itu, katanya lagi, jik alaur kali nanti selesai dikeruk atau diperbaiki tanggulnya masyarakat hendaknya bisa ikut menjaga dan memeliharanya. Bukan sebaliknya, mereka justru sedikit demi sedikit sengaja menguruk lambira agar tanah pekaranagan biliknya bertambah.

Cara itu sudah lama dilakukan, yaitu sedikit demi sedikit membuang sampah di lambiran. Setelah cukup banyak sekitarnya mulai ditanami rumpun bambu atau pohon penguat lainnya, dan akhirnya lambiran kali hilang berubah menjadi tanah yang dihaki warga sekitar alur kali itu.

Risikonya, jika alur kali mengalami pendagkalan seperti sekarang untuk mengeruk endapan lumpur pihaknya mengalami kesulitan, terutama saat harus membawa alat berat masuk ke lokasi kali yang harus dikeruk, atau dipasangi penguat, baik bronjong maupun talut.

Selain Kali Sani, untuk lima alur kali lainnya, adalah Kedunglo yang berhulu di sekitar hutan wilayah Kecamatan Winong, kali Ombo, di Desa Raci Kecamatan Batangan. "Selebihnya alur Kali Tayu, di Desa Keboromo, kecamatan Tayu, Kali Suwatu di kecamatan Margoyoso, dan Kali Gungwedi, di Kecamatan Wedarijaksa."

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda