Teman atau Lawan?

Ambisi Berujung Konflik Lantas, apa saja yang bisa menyebabkan konflik dengan sahabat di kantor? Dari sisi internal, salah satu aspek yang bisa memengaruhi adalah pola asuh yang diterapkan orangtua. Berikut penjelasannya: Nilai:  Keyakinan yang ditanam orangtua bahwa ia harus menjadi yang terbaik di manapun dia berada sebenarnya baik. Namun ketika ia sampai tidak bisa menerima kekalahan dan rela melakukan apapun untuk bisa menang, jelas pola pikir ini salah. “Nilai ini sangat ekstrim karena biasanya kondisi yang muncul adalah tindakan tidak bermoral,” ujar Novi. Persepsi persaingan:  Persaingan bisa dilihat dari sudut pandang diri sendiri maupun lingkungan. Contohnya, jika kita terus membentuk sikap negatif tentang hasil kerja orang lain (meski hasilnya baik). Cobalah untuk berpikir, “Kalau dia bisa, saya pasti bisa!” Aspirasi dan ambisi:  Tujuan tiap orang bekerja berbeda. Jika tujuannya mencapai tujuan prestasi inilah yang biasa disebut ambisi. Ketika dia berambisi, muncul aspirasi atau pemikiran untuk mencapainya. Termasuk menyingkirkan rival kerja di kantor. Keterampilan interpersonal:  Jika bahasa tubuh yang digunakan tidak pas dengan apa yang diucapkan, pernyataan ramah kita bisa ditangkap sekadar basa-basi oleh lawan bicara. Sementara dari sisi eksternal, penyebab konflik dan persaingan tidak sehat adalah: Lingkungan:  Bisa atasan, teman sekerja, atau orang dekat di kantor. Umumnya, kelompok yang tidak solid, acuh tak acuh, atau terlalu fanatik terhadap suatu pihak dapat memengaruhi perkembangan persaingan tidak sehat. Kesempatan promosi: Ini bisa dijadikan ajang permainan politik kantor, lho. Misalnya, menciptakan pengaruh sebelum agenda promosi itu ditetapkan perusahaan dengan berusaha meraih dukungan teman kerja yang lain. Dukungan infrastruktur dan sistem organisasi:  Tanpa persiapan yang matang, kesempatan promosi dapat diperparah dengan munculnya persaingan yang tidak sehat dari pihak lain. Itu kemudian yang menyebabkan kandidat utamanya justru tersingkir. Langkah “Melawan“ Rival Sebagai individu yang terlibat dalam kompetisi ini, Anda harus mengenali bentuk-bentuk persaingan sehat dan tidak sehat. Sebagai patokan, Anda bisa menggunakan kebiasaan, budaya, dan peraturan di kantor. Lalu, cobalah untuk lebih memahami kekuatan diri. Jangan terus menyalahkan kelemahan, karena akan menggiring Anda untuk berusaha menjatuhkan lawan lewat kelemahannya. Anda juga harus berusaha memahami bahwa pertemanan dalam hubungan bisnis itu berbeda dari pertemanan di luar bisnis. Belajarlah saling menghormati dan menghargai. Lagipula, mengakui keunggulan rival bukan sikap yang lemah apalagi kekalahan. Terakhir, jangan sungkan membantu teman dan selalu mau berbagi pengalaman. Namun bila konflik sudah terlanjur terbuka, hadapi dan bicarakan empat mata, dan ajak berdamai. Jika teman Anda menolak, mintalah bantuan kepada pihak ketiga (atasan, mentor, konsultan internal perusahaan) agar konflik selesai. Usahakan hindari sikap permusuhan (dengan sengaja memutus kontak), berprasangka atau dugaan negatif yang membuat pikiran sendiri tersesat, menerima informasi (gosip), curhat ke pihak yang tidak bisa dipercaya. Dan yang paling penting, jangan melakukan perbuatan yang dapat merugikan “rival” dengan modus balas dendam. Jika Hanya Mengamati Sebagai pengamat, yang perlu Anda lakukan adalah memosisikan diri tidak terlibat dan netral. Caranya: - Berikan bantuan jika diperlukan ketika persaingan sudah mengarah ke konflik terbuka. - Jangan ikut campur dalam permasalahan pribadi mereka, kecuali jika sudah mengganggu kelancaran urusan pekerjaan. - Hindari ikut-ikutan menambahkan bumbu pedas persaingan (gosip). - Tetaplah bersikap menghormati dan menghargai mereka. - Tidak perlu merasa canggung karena masalah ini tidak berkaitan dengan Anda. - Jika Anda terkena imbasnya, abaikan saja. - Kalau salah satu dari mereka mengajak Anda untuk berkubu, tolak mentah-mentah tapi jangan menutup tali silaturahmi.  Ester Sondang sumber gambar :http://anggun-meylani.blogspot.com/2008

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda