MAKNA WAISAK

Lalu sidharta bertanya Siapakah yang dapat menghentikan semua tragedi itu? obat apa yang dapat mengatasi semua penderitaan itu? Bulatlah sudah, Sidharta meninggalkan keluarga dan menanggalkan kemilau kekayaannya, mencari obat yang dapat mengatasi semua penderitaan.

Namun semua itu tidak mudah dengan jerih payah menyakitkan dan melelahkan. Ditengah hedodisme ketidak jernihan pandangan hati dan pikiran, dan ditengah kemungkinan menjadi bagian dari orang kebanyakan. Atau menjadi ahli waris dari sebuah kerajaan yang gilang -gemilang, Sidharta memilih menjadi seorang pertapa. Selama enam tahun Sidharta menyiksa dirinya, tetapi hidupnya tidak lagi dengan kepura-puraan. Hidupnya jadi punya makna. Ketenangan batin dan pandangan yang terang telah membongkar keserakahan , kebencian dan kebodohan yang selama ini mengakar menjadi sebab derita.

Berakhirlah semua pandangan keliru dan kemelakatan yang selama ini menyelimuti. Berakhirlah simbol-simbol duniawi yang menipu, yang menjebak dan mematikan. Memiliki semuanya tanpa harus memiliki apa-apa, menjadi punya dalam ketakpunyaan, menjadi tak punya dalam kepunyaan. Sang pangeran Sidharta telah menjadi Buddha. Di Bulan Waisak.

Sang Buddha kemudian membabarkan Dharma yang luhur kepada semua makhluk, selama 45 tahun memutar roda dhrma, membangkitkan kesadaran spiritual dan membuka sabut kegelapan yang selama ini mencengkram menutupi alam semesta.

Semua kisah pada akhirnya adalah sebuah epilog bahkan seorang guru agung seperti Sang Buddha yang tiada bandingnya yang sempurna dalam kebijaksanaannya akan mangkat. Tidak ada yang kekal kecuali kekekalan itu sendiri dan manakala bulan waisak di tahun 543 SM tiba, Sang Buddha pun mencapai maha parinirvana. Namun kelahiran tidak lagi tentang tangis bayi juga tidak lagi tentang paradoksal awal dan akhir.

by WALUBI (Perwakilan Umat Buddha Indonesia)       

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda