Inovasi Pengelolaan Sampah di Kota Curitiba Brazil: Mungkinkah Kita Adopsi?

NOVASI PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA CURITIBA

Curitiba adalah ibukota Provinsi Paraná, Brazil. Kota ini terletak di Brazil bagian tenggara, jaraknya sekitar 1.081 km dari ibu kota Brazil, Brasilia. Kota ini terletak di dataran tinggi sekitar 934,6 meter di atas permukaan laut dan terletak 65 mil dari pelabuhan laut Paranaguá. Luas Kota Curitiba ada 430 kilometer persegi. Sensus tahun 2010 menunjukkan penduduk Kota Curitiba berjumlah 2.469.489 jiwa (http://wikipedia.org/wiki/Curitiba).

Sebagaimana kota-kota besar lain di seluruh dunia, Kota Curitiba juga mengalami berbagai permasalahan urban, antara lain pertambahan populasi dan sampah. Jumlah penduduk Kota Curitiba yang besar menghasilkan volume sampah yang besar pula. Namun demikian Kota Curitiba tidak terpuruk dalam permasalahan sampah. Pada tahun 1989 Kota Curitiba memulai inovasi pengelolaan sampah yang ekonomis dan berwawasan lingkungan yang diberi tajuk “Garbage that is not Garbage” (Sampah yang Bukan Sampah). Inovasi pengelolaan sampah tersebut dapat mendaur ulang 70% sampah Kota Curitiba dan 90% penduduknya berpartisipasi dalam program daur ulang sampah. Upaya tersebut diapresiasi oleh United Nations Environment Programme (UNEP) yang pada tahun 1990 memberikan penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup pada Kota Curitiba (Keuhn 2007, Fazzano & Weiss 2004). Adapun empat inovasi tersebut adalah:


A. THE GARBAGE PURCHASE (PEMBELIAN SAMPAH)


Pada tahun 1989, Kota Curitiba membutuhkan pabrik daur ulang sampah. Sayangnya pendirian pabrik tersebut membutuhkan dana 70 juta US dollar sementara itu pemerintah Kota Curitiba tidak memiliki dana sebesar itu. Sebagai solusinya, pemerintah melakukan kampanye pemilahan sampah berdasarkan kategori organic dan non organic. Pelaksanaan kampanye program tersebut dibantu oleh Institute for Social Integration. Program ini selain bertujuan untuk memelihara kebersihan kota juga dapat mengurangi pengangguran karena melibatkan 16.000 pengumpul sampah independent yang dibayar setiap akhir pekan atau akhir bulan setelah mengumpulkan sampah dari 25 area tertentu yang sulit diakses truk pengangkut sampah. Setiap bulan ada 555 ton sampah yang dibeli melalui program ini. Pengumpul sampah independent berfungsi untuk membantu 2.000 petugas kebersihan resmi yang dipekerjakan oleh pemerintah Kota Curitiba. Di Curitiba pengumpul sampah independent mendapat posisi terhormat karena bekerja keras menjaga kebersihan kota dan mereka merupakan komponen ekonomi yang penting (Rabinovitch & Leitman, 1996; Keuhn, 2007).


B. THE GREEN EXCHANGE (PENUKARAN SAMPAH)


Program yang dimulai pada tahun 1991 ini ditujukan bagi masyarakat berpendapatan rendah. Kegiatannya adalah mengumpulkan, memilah dan menukar sampah rumah tangga dengan barang kebutuhan sehari-hari seperti tiket bis, buku tulis bagi anak sekolah, dan bahan makanan. Disediakan 97 lokasi penukaran sampah yang berpindah setiap dua minggu sekali. Dalam perkembangannya pemerintah Kota Curitiba mengeluarkan kebijakan menukar sampah dengan buah dan sayuran segar. Setiap empat kilogram sampah dihargai setara dengan satu kilogram buah atau sayuran segar. Melalui program ini setiap bulan ada sekitar 60.000 kilogram buah dan sayuran segar yang dibarter dengan sampah. Pemerintah Kota Curitiba membeli buah dan sayuran segar dari petani lokal. Program ini selain dapat menstabilkan perekonomian petani, sekaligus juga menyediakan bahan pangan bagi 35.000 keluarga miskin serta menjaga kebersihan lingkungan kota. Melalui program ini setiap hari ada sekitar 9 ton sampah yang berhasil dikumpulkan masyarakat Kota Curitiba (Martins 2007 dalam Keuhn, 2007; Fazzano & Weiss, 2004).


C. FREE OPEN UNIVERSITY FOR ENVIRONMENT (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP/PLH)


The Free Open University for the Environment yang didirikan pada tahun 1991 merupakan daya tarik ecotourist yang unik dan terkenal di Kota Curitiba. Universitas tersebut memberikan program pendidikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup (PLH) secara gratis pada masyarakat umum. Lokasi universitas yang terletak di tengah hutan kota membedakannya dengan lembaga pendidikan pemerintah yang lain. Perusahaan pemerintah maupun swasta di sektor industri tertentu seperti kimia, lingkungan, energi dan petrokimia bahkan mensyaratkan pekerjanya untuk mengikuti program PLH di universitas tersebut. Banyak anggota masyarakat seperti ibu rumah tangga, pengawas bangunan, pelayan toko, dan sebagainya yang mengikuti PLH secara sukarela. Sedangkan bagi anak-anak sejak tahun 1989 diperkenalkan program SE-PA-RE (separate). Program SE-PA-RE ini bertujuan untuk mendidik anak-anak mengenai pentingnya memilah sampah. Sesuai dengan sasaran didiknya, program SE-PA-RE menggunakan media kartun (Rabinovitch & Leitman, 1996; McCartney 2006; Fazzano & Weiss 2004; Keuhn 2007).


D. ALL CLEAN (SEMUA BERSIH)


Kota Curitiba mendanai program padat karya yang dilakukan secara berkala untuk membersihkan wilayah tertentu di dalam kota yang banyak terdapat timbulan sampah namun tidak dapat dijangkau oleh system layanan pengelolaan sampah konvensional. Program ini dilakukan di 135 neighbourhoods (rukun tetangga). Selain membersihkan jalan dan tempat-tempat lain, program ini juga membuat dan memelihara kebun sayur di bekas tempat penampungan sampah. Program ini mempekerjakan para pensiunan, pengangguran, mantan pemabok dan tuna wisma yang membutuhkan pendapatan. Program ini tidak berbasis pada mekanisme modal-insentif tetapi pada partisipasi publik (Rabinovitch & Leitman, 1996; McCartney 2006).

USULAN UNTUK DIDISKUSIKAN:

Mungkinkah kita dapat mengadopsi inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dengan modifikasi sesuai kebijakan dan sistem pengelolaan sampah dan program-program terkait yang sudah ada di Indonesia? Misalnya:

A. Inovasi The Garbage Purchase dan The Green Exchange dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sampah non formal dan informal yang sudah ada seperti bank sampah dengan penyesuaian mekanisme kerja.

B. Sedangkan inovasi Free Open University for Environment dapat dimodifikasi sesuai program Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang sudah dimulai di jalur pendidikan formal sejak tahun 1984 sesuai dengan program sekolah Adiwiyata. Program PLH ini dapat diperluas pada jalur pendidikan non formal dan informal dengan melibatkan organisasi masyarakat seperti LSM, PKK, PKBM, LPK dan sebagainya sehingga dapat menjangkau sasaran (peserta didik) yang lebih banyak. Selain itu PLH juga dapat diwajibkan bagi pekerja di bidang tertentu misalnya pekerja di industri yang terkait isu lingkungan seperti pengembang, kimia, petrokimia, dan sebagainya sebagimana di Kota Curitiba Brazil.

C. Inovasi All Clean dapat diintegrasikan dengan program padat karya yang sudah ada yang dikelola oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan penambahan frekuensi untuk mengoptimalkan capaian.

Kendala-kendala yang muncul dalam proses adopsi dapat diatasi melalui kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sebagai wujud komitmen dari semua pihak terhadap isu pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Apabila keempat inovasi tersebut diadopsi dan diimplementasikan secara simultan dan berkesinambungan maka membantu memelihara keberlanjutan lingkungan sebagai pendukung perikehidupan generasi sekarang dan yang akan datang.

sumber ilustrasi gambar: arcomsoekarno.blogspot.com

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda