Peranan Pers dalam Pergerakan Nasional Indonesia
Surat kabar yang oleh sebagian ahli diidentifikasi sebagai surat kabar
pertama yang dimiliki dan dierbitkan oleh bangsa Indonesia adalah Medan Priyayi yang diterbitkan oleh R.M. Tirtoadisuryo tahun 1907.3)
Dan pendiri Medan Priyayi dianggap dianggap sebagai wartawan pertama
yang menggunakan surat kabar sebagai alat untuk membentuk pendapat umum.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran kebangsaan yang aktualisasinya
nampak dari semakin banyaknya organisasi pergerakan, maka pers nasional
juga semakin menempatkan kedudukannya sebagai alat perjuangan
pergerakan. Biasanya tokoh pergerakan terlibat dalam kegiatan
jurnalistik, bahkan banyak di antaranya yang memulai aktivitasnya
melalui profesi jurnalis.4)
Hampir semua organisasi pergerakan pada masa itu memiliki dan
menggunakan surat kabar atau majalah untuk menyuarakan ide-ide dan
aspirasi perjuangannya. Bung Karno ketika memberikan kata sambutan pada
hari ulang tahun koran “Sipatahoenan” yang ke-10 di tahun 1933,
mengatakan bahwa tiada perjuangan kemerdekaan secara modern yang tidak
perlu memakai penyuluhan, propaganda dan agitasi dengan pers.5) Pengakuan semacam ini diungkap pula oleh Muhammad Hatta sewaktu membina koran PNI Baru, “Daulat Rakjat”, yakni:
Pengakuan yang diungkapkan oleh kedua kampiun pergerakan tersebut
memberi gambaran akan pentingnya peranan pers dalam perjuangan
pergerakan nasional.
Memang majalah gunanya untuk menambah pengetahuan, menambah pengertian dan menambah keinsyafan. Dan bertambah insyaf kaum pergerakan akan kewajiban dan makna bergerak, bertambah tahu kita mencari jalan bergerak. Sebab itu majalah menjadi pemimpin pada tempatnya. Dan anggauta-anggauta pergerakan yang mau memenuhi kewajibannya dalam perjuangan tidak dapat terpisah dari majalahnya.6)
Budi Utomo pada awal pertumbuhannya telah mengambil alih Dharmo Kondo, majalah yang sebelumnya dimiliki dan diterbitkan oleh orang Cina.7) Setelah mengalami masa pasang surut dalam perkembangannya, harian Dharmo Kondo berubah nama menjadi Pewarta Oemoem, dan menjadi pembawa suara Partai Indonesia Raya (Parindra). Selain Dharmo Kondo, Budi Utomo pernah juga menerbitkan Budi Utomo (1920), Adilpalamerta (1929), dan Toentoenan Desa pada tahun 1930.8)
Sementara itu Sarekat Islam setelah mengadakan kongresnya yang pertama pada tahun 1931 di Surabaya, menerbitkan Oetoesan Hindia. SI juga menerbitkan Bendera Islam, Sarotama, Medan Moelimin, Sinar Djawa, Teradjoe.9)
Indische Partij di bawah pimpinan Tiga Serangkai menjadikan Het Tijdsichrift dan De Expres
sebagai alat propagandanya. Melalui kedua media ini, tulisan-tulisan
tokoh Indische Partij dimuat. Di antaranya yang terkenal adalah tulisan
Suardi Suryaningrat yang berjudul Als ik eens Nederlander was (Andaikata Aku Seorang Belanda).10)
Lahirnya PKI (1920) makin menambah jumlah surat kabar partai. Pada akhir
tahun 1926, tercatat lebih dari dua puluh penerbitan PKI yang tersebar
di berbagai kota.
Di lain tempat, organisasi pergerakan yang ada di negeri Belanda,
Perhimpunan Indonesia telah menerbitkan medianya Indonesia Merdeka yang
sebelumnya bernama Hindia Putera.11) Tulisan-tulisan tokoh PI dalam majalah tersebut banyak berpengaruh terhadap perjuangan pergerakan di tanah air.
Bukan hanya organisasi politik yang menerbitkan pers, tapi organisasi
kedaerahan, organisasi kepemudaan, organisasi yang bersifat sosial
keagamaan turut pula menerbitkan surat kabar atau majalah. Para
perkumpulan ini telah menyadari pentingnya sebuah media pers untuk
menyampaikan aspirasi perjuangan.
Syamsul Basri menjelaskan peranan pers yang menentukan dalam perjuangan pergerakan nasional, yakni:
- Menyadarkan masyarakat/bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak yang harus diperjuangkan
- Membangkitkan dan mengembangkan rasa percaya diri, sebagai syarat utama memperoleh kemerdekaan
- Membangkitkan dan mengembangkan rasa persatuan
- Membuka mata bangsa Indonesia terhadap politik dan praktek kolonial Belanda.12)
Demikianlah peranan pers nasional sebagai alat perjuangan dengan
orientasinya yang mendukung perjuangan pergerakan nasional telah
mengambil bagian penting dari epsidoe perjuangan dalam upaya mencapai
kemerdekaan. Di samping sebagai wadah di mana ide-ide dan aspirasi
organisasi disuarakan, juga telah berperan dalam menyadarkan dan
membangkitkan semangat persatuan dan kesatuan yang kemudian menjadi
senjata ampuh melawan politik devide et impera Belanda.
Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda