Pro Kontra Vonis Mati untuk Gembong Narkoba

Itu masalah hukuman mati masih sah dan masih bisa digunakan, dan dinyatakan pada saat judicial review tidak melanggar HAM dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia, sehingga mestinya hukuman mati masih boleh dilaksanakan di Indonesia. Kita ketahui saat ini 15 ribu anak bangsa mati sia-sia karena penyalahgunaan narkoba dan 3,8 juta pecandu berada di Indonesia yang tiap tahun akan meningkat. Kalau kita tidak perang secara sungguh-sunggu, kita khawatirkan peningkatan ini akan lebih membahayakan lagi.

 

Menanggapi kecemasan BNN, Anggota Komisi Hukum DPR RI Martin Hutabarat mengatakan tidak ada korelasi antara menigkatnya maraknya peredaran narkotika dengan pencabutan hukuman mati atas kasus ini. Kata Martin, semua tergantung lembaga pemberantasnya. Terkait pembatalan vonis mati itu, Martin akan memeriksa prosedur pembatalan oleh MA dan melihat pertimbangan MA dalam mengambil putusan itu.


Saya akan melihat dulu apakah ada kesalahan prosedur daripada para hakim itu mengambil keputusan. Kemudian saya melihat dulu apakah memang putusannya itu sudah benar, sesuai dengan materi yang ada, itu dulu. Jadi memang harus kita mengerti, kita baca dulu, kalau terlalu cepat menanggapi nanti terkesan asbun (asal bunyi) saja.

Namun Anggota Komisi Hukum DPR RI Martin Hutabarat ini sepakat, jika posisi tersangka sangat strategis dalam kasus narkoba, maka menjadi kewajiban Mahkamah Agung untuk menindak tegas dengan menjatuhkan hukuman mati. Hukuman mati, menurut Koordinator Forum Korban Narkotika Herru Pribadi tidak akan memberikan efek jera bagai para bandar narkotika. Seorang pengedar narkoba pun memiliki hak untuk direhabilitasi. Yang perlu dilakukan, kata dia, pemerintah termasuk BNN harus memutus rantai peredaran dan permintaan narkoba.


Selama ini kalau melihat Undang Undang Narkotika itu campur aduk, artinya begini, pengguna bisa dikategorikan sebagai pengedar. Jadi tidak ada klasifikasi, tidak ada pembatasan mana yang peredaran, mana yang penyalahgunaan. Pendekatannya pun beda tipis. Jadi kami yang di korban, para pengguna ini akan masuk pada ancaman mati. Padahal tidak seperti itu, harus dibedakan secara jelas. Walaupun Mahkamah Agung sudah mengkategorikan.

 

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Imparsial mengapresiasi pencabutan vonis mati oleh Mahkamah Agung sekaligus mengkritik hukuman penggantinya. Menurut Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, hukuman 15 tahun penjara terlalu ringan menggantikan hukuman mati. Yang paling pantas, menurutnya, adalah hukuman seumur hidup. Hukuman seumur hidup akan memberi beban psikologis dan membuat jera pelaku kejahatan berat.


Akan menimbulkan beban psikis kepada si pelaku. Kemudian secara fisik, dia juga mengalami perubahan hidup, dari yang semula hidup enak kemudian mendekam di penjara. Ini juga yang harus benar-benar dikontrol, apakah di dalam penjara ini dia masih bisa mendapat akses kemewahan atau tidak.

 

Poengky menambahkan, hukuman mati, selain tidak sesuai dengan hak hidup manusia juga tidak sesuai dengan sifat menghukum itu sendiri. Hukuman, dimaksudkan untuk mengubah perilaku pelaku kejahatan menjadi lebih baik. Dengan dihukum mati, pelaku akan terbebas dari tanggungjawab menjadi lebih baik. Selain itu, tidak ada perubahan yang dapat dirasakan masyarakat jika si pelaku dihukum mati.

Komentar (0)
Tuliskan Komentar Anda