Transparansi atau keterbukaan informasi publik menjadi bagian dari pemenuhan hak atas informasi atau ''hak untuk tahu'' (right to know) yang merupakan hak asasi yang dijamin konstitusi. Yakni, pasal 28 UUD 1945 (UUD '45 hasil amandemen). ''Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.'' Di seluruh dunia, kini sudah 79 negara yang memiliki
undang-undang yang menjamin ''hak untuk tahu'' bagi warganya. Sejak
disahkannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(UU KIP) 30 April 2008, Indonesia menjadi negara kelima di Asia -setelah Nepal,
Thailand, India, dan Jepang- yang menjamin hak warga negara untuk
memperoleh informasi publik. Karena itu, menjadi relevan bila kita
bersama warga dunia lainnya memperingatiRight to Know Day(RTK Day). Hari Hak untuk Tahu pada 28 September ini. *** RTK
Day mulai diperingati secara internasional sejak 28 September 2002 di
Sofia, Bulgaria, dalam sebuah pertemuan internasional para pembela hak
akses atas informasi publik. Mereka mengusulkan dan menyepakati satu
hari didedikasikan untuk mempromosikan ke seluruh dunia tentang
kebebasan memperoleh informasi. Tujuan Hari Hak untuk Tahu itu adalah
untuk memunculkan kesadaran global akan hak individu dalam mengakses
informasi pemerintahan dan mempromosikan bahwa akses terhadap informasi
adalah hak asasi manusia. Dalam konteks Indonesia,
pemenuhan ''hak untuk tahu'' dengan membuka akses terhadap informasi
publik ini tentu saja menjadi isu yang sangat strategis. Terutama karena
reformasi yang digulirkan pada 1998, namun baru 10 tahun UU KIP
disahkan. Bahkan, reformasi birokrasi yang menjadi target penting
terkait tranparansi justru baru dimulai pada 2009 atau periode kedua
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setidaknya
bila itu dilihat dari nama baru yang dilekatkan pada Kementerian Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara menjadi Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Muara pemenuhan hak atas
informasi publik itu tentunya adalah transparansi dan partisipasi yang
menjadi pilar utama bagi terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance). *** Bila
sebelumnya hanya wartawan, jurnalis, atau insan pers yang dijamin
hak-haknya untuk mencari informasi, sebagaimana yang dipayungi oleh UU
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) pasal 4 ayat (3) dan pasal 18
yang menyebutkan, jurnalis mempunyai hak untuk mencari dan
menyebarluaskan berita -dan jika hak tersebut dihalang-halangi, pelaku
yang menghalangi dapat dikenai ancaman pidana dua tahun atau denda Rp
500 juta-, kini setiap warga negara dijamin hak asasinya untuk mengakses
informasi publik. UU
KIP menjadi landasan operasional untuk penegakan ''hak untuk tahu''
bagi setiap warga yang dijamin konstitusi. Tentu, itu akan berdampak
luar biasa ke depan bagi kehidupan kita berbangsa yang lebih baik,
sebagaimana sebelumnya UU Pers Nomor 40/1999 yang membuka keran
kebebasan pers pascareformasi 1998. Hingga
lima bulan sejak mulai diberlakukannya UU KIP 1 Mei 2010, informasi
publik telah pelan-pelan mulai mudah diperoleh. Begitu pula, akses
terhadap informasi publik mulai terbuka. Meskipun di beberapa badan
publik (instansi pemerintah dan lembaga nonpemerintah yang menggunakan
dana publik) harus melalui sengketa di Komisi Informasi lebih dulu
sebelum akhirnya bersedia memberikan atau membuka informasi publik yang
diminta. Data
di Komisi Informasi Pusat (KIP) menunjukkan, jumlah pengaduan sengketa
informasi terus meningkat. Di antara puluhan pengaduan sengketa
informasi hingga 23 September 2010, tujuh sengketa informasi telah
diselesaikan melalui mediasi (enam di Sumenep, Madura, Jawa Timur, dan
satu permintaan informasi dana BOS di beberapa SMP serta Dinas
Pendidikan DKI Jakarta). Sementara
itu, mengenai permintaan informasi pengelolaan Blok Cepu tentang
perjanjian kerja sama antara BUMD Kabupaten Blora Jawa Tengah PT Blora
Patragas Hulu (PT BPH) dan informasi tentang rencana proyek/program 2010
dan rician DPA dari Dinas Perhubungan Kabupaten Sumenep, dua sengketa
it memasuki proses putusan sidang
ajudikasi oleh Komisi Informasi Pusat. Sementara itu, ada 11 sengketa
informasi lainnya di Sumenep yang penanganannya diserahkan kepada Komisi
Informasi Provinsi Jawa Timur. Banyaknya
sengketa informasi tersebut, di satu sisi, menunjukkan adanya kesadaran
akan ''hak untuk tahu'' di masyarakat. Namun, di sisi lain
mengindikasikan kesiapan badan publik untuk memenuhi hak publik atas
informasi yang masih kedodoran. Karena itu, momentum International Right
to Know Day ini kiranya layak dijadikan penanda pentingnya kontribusi
kita pada transparansi informasi publik dalam penyelenggaraan negara
yang pada dasarnya juga bermanfaat bagi pencegahan sejak dini
kemungkinan terjadinya korupsi. Sebagaimana yang pernah diungkapkan
Hakim MA Amerika Serikat yang legendaris Louis Brandeis, ''Sunshine is the best disinfectant''-sinar matahari adalah pembunuh kuman yang paling ampuh.Wallahu a'lam.(*) *) Abdul Rahman Ma'mun, komisioner Komisi Informasi Pusat