Meron
Asal-usul tradisi meron Pati dan Mataram mempunyai hubungan kekerabatan yang baik. Mereka sepakat mengembangkan Islam yang subur dan menentang setiap pengaruh kekuasaan asing. Banyak pendekar sakti mataram yang didatangkan ke Pati untuk melatih keprajuritan. Karena itu mereka harus tinggal berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun di Pati. Ada seseorang bernama Ki Suta Kerta yng menjadi demang Sukolilo. Meskipun ayah dan kakeknya berasa dari Mataram dia belum pernah mengenal bumi leluhurnya. Tapi dia bersukur tinggal di Pesantenan karena kotanya juga makmur.sebaliknya saudara Ki Suta yang bernama Sura Kadam ingin berbakti pada Mataram. Diapun pergi ke Mataram, ketika sedang bersiap menghadap Sultan ada keributan. Ada seekor gajah mengamuk dan telah menewaskan penggembalanya. Sura Kadam pun berusaha mengatasi keadaan. Dia berhail menjinakkan gajah dan menunggaginya, dia diangkat menjadi punggawa mataramam yang bertugas mengurus gajah. Suatu hari Sura kadam bertugas memimpin pasukan mataram menaklukkan Kadipaten Pati. Setelah perang usai. Sura Kadam pun menjenguk saudaranya di kademangan Sukolilo. Demang Sura Kerta terkejut dan ketakutan. Dia takut ditangkap dan diringkus. Sura Kadam mengetahui hal itu dan menjelaskan bahwa maksud kedatangannya adalah untuk menyambung tali Persaudaraan dan dia sudah membaktikan diri pada mataram. Dia minta ijin supaya para prajurit diijinkan menginap di kademangan Sukolilo sambil menunggu saat yang tepat untuk kembali ke Mataram. Sura kadampun mengusulkan supaya mengadakan acara semacam sekaten untuk menghormati mauled dan memberi hiburan pada rakyat. Kemudain mereka membuat gelanggang keramaian seperti sekaten. Rakyat menyambutnya dengan gembira.karena itulah keramaian itu disebut meron yang berasal dari bahasa jawa rame dan iron-tiron-tiruan. Tidak ada perbedaan antara Meron dan sekaten yang ada di keraton Yogyakarta. Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain untuk memperingati hari kelahiran Muhammad SAW, sekaten juga digunakan oleh Raja/Sultan untuk berkomunikasi dengan rakyatnya dan untuk mensyukuri berkah kepada Tuhan. oleh karena itu sekaten juga bisa disebut dengan Pesta Rakyat. Pasar malam Sekaten merupakan ajang wisata lokal yang keberadaannya sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Yogya dan Solo. (Eko Wahyu Budi/CN37)