Semar Mbangun Kahyangan
Lakon ini dibuka dengan niat Semar membangun jiwa para Pandawa. Kahyangan yang dimaksud Semar adalah jiwa, rasa dan ruhani keluarga Pandawa. Oleh karenanya Semar mendaulat Petruk untuk mengundang hadirnya Yudhistira dan para saudaranya ke Karang Kabulutan, tempat tinggal Semar. Sebagai tokoh senior sekaligus penasihat agung keluarga Pandawa, sangat masuk akal jika Semar bermaksud membangun ruhani para majikannya. Terlebih undangan itu disertai permintaan untuk membawa tiga pusaka: Jamus Kalimasada, Tumbak Kalawelang dan Payung Tunggulnaga. Simbolisme tiga pusaka tersebut cukup menjelaskan niat baik Semar. Kalimasada banyak dimaknakan sebagai kalimat syahadat. Dengan pusaka syahadat inilah Semar bermaksud membangun ruhani. Tumbak Kalawelang adalah simbol ketajaman yang dengan personifikasi tersebut Semar bermaksud membangun ketajaman hati, ketajaman visi dan indera para Pandawa. Sedangkan Payung Tunggulnaga adalah ungkapan bahwa Pandawa sebagai pemimpin harus memiliki karakter mengayomi sebagaimana fungsi payung. bahwa penguasa terkadang salah menafsirkan kehendak rakyat. Dan itulah yang terjadi pada diri Kresna ketika Petruk mengutarakan maksud Semar. Kresna menganggap rencana Semar sebagai makar, bertentangan dengan kehendak dewata. Setali tiga uang, Yudhistira yang peragu mengiyakan saja pendapat Kresna. Tak cukup dengan kata-kata kasar yang menciderai hati, Kresna memerintahkan para satria untuk mencelakakan Petruk sekaligus menyerang Semar di Karang Kabulutan. Celakanya, ketika Kresna melaporkan secara sepihak kepada Bathara Guru, pimpinan para dewa itu pun terprovokasi dan bersekutu untuk sama-sama menyerang Semar. Bukan Semar namanya jika mundur hanya karena ancaman. Merasa punya niat mulia dan meyakini kebenaran suara hatinya, Semar bersama prajuritnya: Petruk, Bagong dan Gareng memberi perlawanan kepada pasukan Pandawa yang didukung Kresna dan Bathara Guru. Disinilah kebenaran bertarung melawan kelaliman. Semar yang jelata, berhasil mengalahkan penguasa pongah yang merasa benar sendiri. Ending yang memukau. Secara tegas kisah Semar membawa pesan bagi penguasa untuk responsif mendengar suara rakyat, untuk bijaksana tak hanya mau menang sendiri, dan tidak semena-mena dalam menegakkan keadilan. Sekaligus pesan bagi rakyat untuk berani menyuarakan kebenaran dan gigih dalam mempertahankan kebenaran itu. Kisah Semar selalu relevan pada setiap kondisi. Kekuasaan selalu memabukkan, menjadikan penguasa lalai pada amanat dan lupa kepada rakyat. Pesan Semar adalah suara rakyat, yang kendati lirih, terkadang memuat niat kebaikan dan kebenaran. Hari ini, ketika penguasa menelantarkan rakyat dengan asyik berkorupsi, mengabaikan keadilan, memperkaya diri dan menghamburkan duit rakyat untuk kesenangan pribadi, kita merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk menghadirkan Semar di tengah-tengah kita. sumber gambar : wallpapaer4you.blogspot.com ; kaskus.us