Media Harus Seimbang
Sebagai masyarakat belum cukup siap dalam berdemokrasi yang lebih berkualitas. Nah, ketika masyarakat berubah peran media juga berubah dan mendapat pengaruh struktur politik yang juga berubah. Ada beberapa media yang memotret perubahan euphoria beraspirasi masyarakat ini secara apa adanya, namun tidak sedikit pula media yang mengangkatnya secara sensasional bahkan cenderung berlebihan. Yang terakhir ini sangat tidak memberikan pembelajaran yang baik kepada masyarakat.
Era keterbukaan informasi bisa di katakan baru bagi masyarakat kita. Ada beberapa aspek yang harus di perhatikan ketika proses transisi seperti ini, misalnya aspek ekonomi, atau juga kultur budaya kita yang harus “melek”. Baik itu melek huruf, melek teknologi, melek media, dan lain sebagainya. Nah, dari sini baru kita bisa menyiapkan masyarkat terlibat dalam proses demokrasi menuju hal-hal yang benar-benar substansial.
Dalam konteks inilah maka media harus menjalankan peran dan fungsi pendidukannya guna meningkatkan ketahanan masyarakat. Ini semua bisa terjadi. Karena kita punya modal social yang kuat. Namun begitu kita juga harus menyadari saat itu kultur social masyarakat yang luar biasanya adalah criteria informasi ditentukan oleh media yang saat ini sangat liberally. Sedang terancam. Misalnya saja nilai gotong royong, toleransi, saling menghormati. Nilai ini masih ada di tengah masyarakat. Tapi masalahnya nilai-nilai ini oleh media di anggap tidak cukup menarik untuk di angkat. Tidak “menggigit”, begitu istilah anak-anak sekarang. Kalh dengan hal-hal yang di anggap media lebih layak untuk di angkat. Ini ancaman
Saat ini harus di akui media cenderung mengangkat hal-hal yang sangat monoton dan tidak cukup mendsidik .
Jadi memang peran media dengan posisinya seperti ini sangat penting dalam upaya meningkatkan ketahnan masyarakat. Sementara di masyarakat sendiri, potensi-potensi meningkatkan ketahananya sendiri trus hidup. Nah, bagaimana media melihat dan mengangkat ini. Tentu saja media harus kreatif dan cerdas dengan mengangkat permukaanya saja.
Jika ini bisa terlaksana, media yang cenderung “menegaskan” bahwa potret msyarakat kita seolah gampang rusuh dan gampang tersulut emosinya, tidak lagi terjadi. Ada kerusuhan memang atau kejadian-kejadian anarkis, tetapi media juga harus bisa seimbang dalam penayangannya. Karena selain kejadian-kejadian rusuh dan anarkis, banyakl juga kegiatan-kegiatan atau gerak masyarakat yang sangat positif. Media harus berimbang memotret ini.