Minimalkan Serangan Penyakit akibat Banjir
Penyakit yang ditularkan lewat banjir (flood-borne disease) merupakan
kelompok penyakit infeksi yang disebabkan oleh selain mikroorganisme
patogen, juga radang kulit (dermatitis) akibat bahan iritan selama musim
hujan dan banjir. Mikroorganisme yang terlibat tidak hanya virus
(termasuk hepatitis A) dan bakteri (terkhusus leptospira), tetapi juga
parasit jamur Trichophyton. Tidak ketinggalan luka trauma, termasuk
gigitan ular saat berpapasan dengan hewan ular yang hanyut bersama arus
banjir. Bahan iritan dalam aliran banjir berupa limbah deterjen, senyawa
kimiawi asam atau basa, oli dan material semen.
Sampah atau limbah domestik dengan susah payah disingkirkan dari
lingkungan rumah, namun tidak dimanajemen dengan optimal, membalik
mencemari pemukiman akibat terbawa arus banjir. Polutan ini secara nyata
tidak hanya mengotori lantai rumah, namun menjadi situs persinggahan
mikroorganisme bakteri dan jamur dalam hitungan tahunan. Berpotensi
menginfeksi penghuni rumah saat jari tangan kontak dengan lantai rumah
khususnya bagi bayi, balita dan ibu hamil.
Leptospirosis merupakan penyakit bersumber banjir yang semakin epidemi
dan sering merenggut jiwa (fatal). Limbah domestik berupa makanan sisa
yang dibuang ke selokan menjadi sumber nutrisi bagi hewan tikus got.
Populasi tikus ini meningkat. Awalnya rumah ditempati oleh tikus rumah
(Rattus diardi), kini tikus got (Rattus norvegicus) ikut bersembunyi di
lingkungan rumah saat banjir, sebab selokan dipenuhi air. Manifestasinya
amat nyata dalam wujud menemukan bangkai tikus got dibuang di ruas
jalan protokol maupun perkampungan.
Leptospirosis disebut juga penyakit demam sawah (Rice-field fever) atau
penyakit kuning bersumber tikus (Rat catcher”s yellows). Di pulau Jawa,
leptospirosis tersebar di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kasus leptospirosis 1000 kali lebih banyak di
negara beriklim tropis ketimbang beriklim empat musim (subtropis).
Insidensi di Indonesia diperkirakan 10 hingga 100 per 100.000 penduduk.
Angka kematian cukup tinggi sekitar 10 persen. Pada usia di atas 50
tahun, 56 persen penderita meninggal.
Leptospirosis ditularkan lewat air kencing tikus. Genangan air limbah
domestik yang berlemak di halaman belakang rumah dan selokan, merupakan
habitat efektif sebagai sumber energi bagi bakteri leptospira dan tikus
got. Makanan di atas meja yang tidak terlindungi oleh tudung atau
songkop, menjadi incaran tikus ini dengan segala dampak buruk penyebaran
penyakit lewat cemaran air kemih tikus pada makanan.
Juga air kencing tikus bisa mencemari lantai dan perabot rumah pada
kondisi hujan deras atau banjir. Pada usia anak, leptospirosis juga
sering menyebar lewat hewan peliharaan, khususnya anjing.
Penyakit Kulit Kronis
Athlete’s foot atau tinea pedis merupakan penyakit infeksi parasit jamur
yang sering ditemukan saat musim hujan atau banjir. Disebabkan oleh
jenis jamur Trichophyton. Sela jari kaki merupakan koloni tersering bagi
tinea pedis. Bila semakin parah, bagian telapak dan samping kaki ikut
terserang, sehingga disebut penyakit mokasin (moccasin foot). Dapat juga
menyebar ke permukaan kulit selangkangan (inguinal) lewat serpihan
kulit yang menempel pada ujung jari tangan saat menyentuh jari kaki.
Dalam hal ini, pencegahan dengan cuci tangan (pakai sabun).
Athlete’s foot bersifat penyakit kronis selama tahunan pada seorang
individu lantaran mudah kambuh. Apalagi sering kontak dengan air kotor
yang terkontaminasi jamur Trichophyton. Untuk meminimalkan kekambuhan,
perlu rutin perawatan kaki agar terkondisi bersih dan tidak lembab.
Dengan seperti ini saja, 35 persen kasus tinea pedis tersembuhkan total.
Antisipasi dengan hindari penggunaan pakaian, sepatu, kaos kaki, sandal
dan handuk saling bergantian pada anggota keluarga atau teman.(11)
- F Suryadjaja adalah dokter di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali