Tahun 2009 meningkat menjadi 1.544 kasus yang
menyebabkan 576 orang tewas dan 639 luka berat. Kecelakaan itu terjadi
mengingat jalur pantura harus menanggung beban kepadatan arus mudik.
Tercatat tahun 2009 jumlah pemudik bersepeda motor 3.146.945 orang,
sedangkan tahun 2010 diperkirakan 3.617.660 orang.
Ironisnya, dari kecelakaan itu disebutkan penyebabnya human error atau kesalahan manusia yang sangat dominan. Yang paling menonjol adalah faktor yang menyangkut ketidakpatuhan pada peraturan lalu lintas.
Kelihatannya memang sepele namun literatur kepolisian menyebutkan setiap
kecelakaan pasti didahului dengan adanya pelanggaran. Contoh kecil
adalah menyalip dari sebelah kiri, menerobos lampu merah, atau berboncengan motor lebih dari dua orang.
Pakar transportasi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Hitapriya Suprayitno dan sosiolog dari
Universitas Airlangga Hotman Siagian memberikan pendapatnya tentang
hal ini, ’’Masyarakat dan negara harus menegakkan aturan dan disiplin
berlalu lintas untuk mencegah korban kecelakaan yang terus bertambah.
Jika membiarkan peraturan tidak ditegakkan, negara dapat disebut
membiarkan rakyat tewas sia-sia di jalan raya.’’
Kecelakaan lalu lintas merupakan dampak pengabaian aturan dan disiplin.
Atas nama toleransi, polisi justru kerap mengendurkan peraturan lalu
lintas bagi pemudik. Padahal, seharusnya peraturan justru diketatkan
pada musim mudik. Pengetatan akan memaksa pemudik mematuhi disiplin
berlalu lintas. Contohnya aturan jelas melarang sepeda motor dinaiki
lebih dari dua orang, nyatanya saat musim mudik kita sering melihat motor dinaiki lebih dari dua orang, ditambah barang bawaan.
Bisa Disalahkan Ironis memang, dan faktanya saat mengamankan arus mudik
polisi lebih mengutamakan pengamanan arus dengan memberikan tindakan
preventif dan pembinaan bagi pelanggar lalu lintas. Alasan utamanya
tentu saja alasan kemanusiaan sebagai dasar dilaksanakan Operasi
Pengamanan Lebaran.
Bisa dibayangkan apabila polisi benar-benar tegas dalam menegakkan
peraturan lalu lintas, misalnya sekecil apapun pelanggaran tetap
dilakukan penindakan, pasti akan ada suara sumbang dan ujung-ujungnya
polisi kembali diberi stigma yang kurang baik.
Itulah komentar mewakili petugas polisi saat melakukan pengamanan
Lebaran. Namun demi bisa menekan jumlah kasus kecelakaan, peraturan
tetap harus ditegakkan.
Oleh Hotma Siagian dikatakan,’’ Agar dilihat faktor apa yang menjadi
penyebab kecelakaan. Jika karena disiplin pemudik rendah, negara tidak
bisa disalahkan. Namun, negara berperan dalam kesalahan itu bila tidak
menegakkan peraturan.’’
Dengan demikian, ada tiga titik permasalahan yang bisa ditarik sebagai kesimpulan dalam upaya meminimalisasi terjadinya kecelakaan di jalur pantura.
Pertama; secara normatif polisi harus tegas melakukan penindakan
terhadap setiap pelanggaran lalu lintas mengingat kecelakaan lalu lintas
selalu diawali karena adanya pelanggaran.
Kedua; masyarakat pemudik, khususnya yang menggunakan sepeda motor juga harus menyadari untuk patuh pada setiap peraturan di jalan raya.
Dimulai dari hal terkecil, misalnya tidak berboncengan lebih dari dua orang ditambah membawa beban muatan yang menyebabkan keseimbangan laju sepeda motor tidak normal.
Ketiga;
negara wajib memberikan perlindungan bagi pemudik dengan menyiapkan
semaksimal mungkin kelengkapan infrastruktur jalan raya disertai
pemaksimalan pelaksanaan pengamanan di jalan raya.
Apabila ketiga aspek tersebut bersinergi, dan dipersiapkan secara
matang, maka jalur pantura sebagai jalur utama mudik di Jawa Tengah
bukan lagi sebagai ajang pembantaian manusia. Semoga. (10)
— Herie Purwanto, Kepala Subbagian Hukum Polres Pekalongan Kota
Read more: http://artikel-media.blogspot.com/2010/08/menepis-citra-pantura-jalur-maut.html#more#ixzz0yQhCjWFW